.....SELAMAT DATANG DI BLOG RISANDRIANTO........

TRANSLATE BAHASA

Sabtu, 27 Agustus 2011

Kajian Ilmiah Tentang Hizbiyyah, dan Bagaimanakah Hizbiyyah yang Dilarang oleh Syariat [1]?

Raddusy Syubuhat
23/1/2007 | 4 Muharram 1428 H | 6.321 views
Oleh: Aba AbduLLAAH
Kirim Print

Salah satu sifat yang dikhawatirkan oleh Nabi Muhammad ShallaLLAHu ‘alaihi wa Sallam terjadi pada ummatnya adalah sifat ghuluw (ekstrem) dan tatharruf (menjauh dari kebenaran), yang merupakan sifat yang sangat dilarang oleh syari’ah, sebagaimana dalam hadits Nabi Muhammad ShallaLLAHu ‘alaihi wa Sallam berikut ini:

“Takutlah kalian terhadap sikap ekstrem dalam beragama, karena sesungguhnya yang telah mencelakakan ummat sebelum kalian adalah sikap ekstrem dalam beragama. [2]”

Salah satu bentuk dari sikap ghuluw tersebut adalah vonis baru (baca : bid’ah) yang tidak dikenal dalam referensi utama kaum muslimin, laa fil Qur’aan wa laa fis Sunnah, yaitu vonis hizbiyyah. Herannya lagi, bahwa vonis ini dilontarkan oleh sebagian orang yang mengaku-mengaku sebagai pemegang panji-panji Ahlus Sunnah dan pengikut Salafus Shalih, inna liLLAHi wa inna ilayhi raji’un..

Di berbagai forum dan tulisan – sebagian mereka — dengan getolnya melemparkan vonis tersebut kepada sesama saudara mereka muslim, para pejuang As-Sunnah dan penegak kalimat Tauhid, hanya karena mereka yang disebut terakhir ini membuat kelompok, atau partai ataupun jama’ah, yang tujuannya demi memudahkan kerja dakwah mereka. Kemudian mereka sematkanlah berbagai label seperti hizbiyyun, ahlul-hawa’ (para pengikut hawa nafsu), ahlul bid’ah, Sufi yang Sesat, dsb.

Mereka kemudian mencari-mencari dalil untuk membenarkan klaim mereka tersebut, dan memvonis berbagai kelompok kaum muslimin sesama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, lalu mereka menemukan ayat yang “kelihatannya” bisa dipakai untuk mendukung klaim mereka itu dan dengan itu mereka berusaha membodohi orang-orang yang bodoh, membingungkan orang yang bingung dan menakut-nakuti orang yang penakut.

Potongan ayat yang mereka dengung-dengungkan dan mereka anggap melarang membuat kelompok, jama’ah atau partai itu menurut mereka yaitu ayat: Kullu hizbin bima ladayhim farihun.. (Setiap partai/kelompok/jama’ah merasa bangga/bergembira dengan apa yang ada pada kelompok masing-masing). Kemudian ayat: Innalladzina farraqu dinahum wa kanu syiya’an lasta minhum fi syai’in.. (Sesungguhnya orang yang memecah-belah agama mereka sehingga mereka menjadi berkelompok-kelompok lepas tanggung jawabmu atas mereka wahai Muhammad..)

Ikhwan wa akhwat fiLLAH, marilah saya ajak antum semua untuk membuka berbagai rujukan kitab-kitab tafsir karangan Imam Salafus Shalih secara inshaf (obyektif) dan wasith (adil), jauh dari sifat ghuluw wa tatharruf dan jauh dari kepentingan apapun, kecuali ikhlas mencari keridhaan ALLAH SWT semata. Hanya kepada ALLAH-lah kita bertawakkal dan hanya kepada-NYA lah kita akan dikembalikan.

Potongan ayat tersebut terdapat di 3 tempat, potongan yang pertama yaitu di QS Al-Mu’minun, 23/53 dan di QS Ar-Rum, 30/32; lengkapnya adalah sbb:

“Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).” (QS. 23/53)

“Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (30/32)

Sementara potongan yang kedua pada QS Al-An’am, 6/159. Lengkapnya adalah sbb:

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang Telah mereka perbuat.” (QS. 6/159)

Makna ayat dalam QS Al-Mu’minun, 23/53 menurut kitab-kitab tafsir adalah sbb:

Berkata Imam At-Thabari [3] dalam tafsirnya [4], bahwa maknanya: “Maka berpecah-belahlah kaum yang diperintahkan oleh ALLAH SWT dari ummat Nabi Isa ‘alayhis salam untuk bersatu atas agama yang satu… Dan setiap firqah tersebut beragama dengan kitab yang berbeda satu dengan yang lain, sebagaimana orang Yahudi memegang kitab Taurat dan mendustakan hukum-hukum dalam kitab Injil dan Al-Qur’an, demikian pula orang-orang Nasrani yang berpegang menurut sangkaan mereka pada kitab Injil dan mendustakan kitab Al-Qur’an.” Dan ini diperkuat oleh makna “ummatan-wahidah” pada ayat sebelumnya, yaitu maknanya menurut Imam At-Thabari: “Innal ummah alladzi fi hadzal maudhu’: Ad-Din wal Millah” (makna ummat dalam konteks ayat ini adalah ummat dalam masalah agama) [5]. Jelas bahwa makna “HIZB” dalam ayat tersebut menurut Imam At-Thabari adalah HIZB dalam Ad-Din wal Millah (perbedaan & kelompok-kelompok yang berbeda dalam aqidah), lalu dimanakah letak larangannya jika HIZB tersebut tidak berbeda dalam Ad-Din wal Millah?

Imam Ibnul Jauzy dalam tafsirnya [6] menyatakan bahwa ada 2 pendapat tentang tafsir ayat ini, yaitu pendapat pertama: Mereka adalah Ahli Kitab (Yahudi & Nasrani) dari Mujahid; dan pendapat kedua: Mereka adalah Ahli Kitab & kaum Musyrikin Arab dari Ibnu Sa’ib. Demikian pula pendapat Imam Al-Mawardi [7] dalam tafsirnya [8], nampak bagi kita semua bahwa larangan tersebut amat jelas yaitu larangan berbeda-berbeda dalam aqidah, atau berbeda dalam kitab suci persis sebagaimana perbedaan Yahudi dan Nasrani atau musyrikin, sama sekali tidak ada larangan yang berkaitan dengan larangan membentuk organisasi, atau jama’ah atau partai.

Berkata Imam Al-Baghawi [9] dalam tafsirnya [10], bahwa makna “kullu hizbin bima ladayhim farihun = bima ‘indahum minad din” (dari apa-apa yang ada disisi mereka dari agama), dalam hal ini beliau mengkaitkan dengan tafsir ayat sebelumnya bahwa makna “fataqaththa’u amrahum = dinahum”, lalu makna “baynahum = berpecah-belah, maka mereka berpecah-belah menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi. Demikianlah pendapat para Imam Salafus Shalih mengenai masalah ini, yaitu bahwa HIZB yang dilarang adalah HIZB yang berbeda dalam aqidah dan agama (Ad-Din wal Millah) dan SAMA SEKALI BUKAN HIZB DALAM DAKWAH DAN PERJUANGAN.

Berkata Imam Asy-Syaukani dalam tafsirnya [11]: Bahwa mereka ada yang mengikuti firqah Taurat, firqah Zabur, firqah Injil lalu mereka masing-masing mengubah kitab-kitab tersebut dan menyimpangkan maknanya. Hal ini juga pendapat Imam Al-Biqa’iy [12] dalam tafsirnya [13], Imam An-Nasafiy [14] dalam tafsirnya[15], Abu Sa’ud[16] dalam tafsirnya[17], Imam As-Suyuthi[18] dalam tafsirnya[19], Imam Al-Khazin [20] dalam tafsirnya [21], Imam Ats-Tsa’alabiy[22] dalam tafsirnya[23], dll. Lalu apakah hizb, jama’ah dan partai Islam yang mereka tuduh tersebut mengubah Al-Qur’an? Menyimpangkan makna Al-Qur’an? Seperti firqah Taurat, firqah Zabur dan firqah Injil? Inna liLLAHi wa inna ilayhi ra’jiun.. Ana yakin mereka tidak akan berani menuduh sejauh itu! Qul haatuu burhanakum in kuntum shadiqiin..



HUJJAH KEDUA

Ikhwan wal akhawat rahimakumuLLAH, setelah kita mengetahui tafsir yang dikemukakan oleh para Imam Salafus Shalih atas QS Al-Mu’minun, 23/53 (yang juga sama dengan Ar-Rum, 30/32) tersebut pada kajian yang lalu, maka demikianlah pula tafsir atas QS Al-An’am, 6/159. Lengkapnya ayatnya adalah sbb:

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang Telah mereka perbuat.” (QS. 6/159)

Makna ayat dalam QS Al-An’am, 6/159 menurut kitab-kitab tafsir adalah sbb:

Berkata Imam At-Thabari dalam tafsirnya [24] bahwa makna ‘farraqu-dinahum’ dalam ayat tersebut adalah bahwa agama ALLAH SWT ini adalah satu yaitu agama Ibrahim –semoga salam ALLAH baginya-, lalu berpecah-belahlah Yahudi & Nasrani sehingga mereka menjadi agama yang berbeda-berbeda, adapula yang menjadi Majusi sehingga mereka menjauh dari agama yang haq [25].

Demikianlah tafsir yang benar mengenai masalah ini.



HUJJAH KETIGA

Demikian pula berbagai ayat yang ada dan bertaburan di dalam Al-Qur’an seperti PERINTAH UNTUK MEMBENTUK KELOMPOK KECIL (dari sebuah kelompok besar) sepanjang kelompok kecil tersebut bertujuan untuk berdakwah, berjihad & melakukan amar ma’ruf nahi munkar, salah satunya adalah ayat di bawah ini:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar [217]; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Aali Imraan, 3/104)

Berkata Imam Abu Ja’far At-Thabari ketika mengawali tafsirnya atas ayat ini [26]: Berkata ALLAH Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji: WALTAKUN MINKUM wahai orang-orang beriman; UMMATUN yaitu Jama’ah [27]; YAD’UNA yaitu pada manusia; ILAL KHAYRI yaitu pada Islam & syariatnya yang telah ditetapkan-NYA bagi hamba-hamba-NYA; WA YA’MURUNA BIL MA’RUFI, yaitu memerintahkan manusia untuk mengikuti Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- dan agama yang dibawanya; WA YANHAUNA ‘ANIL MUNKARI, yaitu mencegah mereka dari kekafiran pada ALLAH -Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi- dan penentangan pada Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- dan dari agama yang dibawanya, yaitu melalui Jihad di jalan-NYA baik dengan tangan maupun anggota badan, sehingga mereka mengikuti dengan ketaatan… (Perhatikanlah bahwa Imam At-Thabari menyebutkan agar ada & terbentuknya suatu jama’ah diantara ummat ini)..

Imam Jalaluddin As-Suyuthi bahkan lebih maju lagi, beliau dalam tafsirnya [28] setelah menjelaskan berbagai hadits shahih berkaitan ayat ini, menyebutkan atsar dari Ibnu Abi Hatim dari Muqatil bin Hayyan: “Bahwa hendaklah ada suatu kaum, baik 1 atau 2 atau 3 kelompok atau lebih dari itu dan itulah baru disebut sebagai ummat.” Kemudian ia berkata lagi: “Lalu (hendaklah) ada imamnya yang memimpin untuk amar ma’ruf & nahi munkar.” Lebih jauh beliau menyitir hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Dzarr -semoga ALLAH Yang Maha Gagah lagi maha Tinggi- meridhoinya- : “Dua orang lebih baik dari 1 orang, 3 orang lebih baik dari 2 orang, dan 4 orang lebih baik dari 3 orang, maka hendaklah kalian bersama Al-Jama’ah, karena ALLAH tidak akan mengumpulkan ummatku kecuali atas petunjuk [29].”

Imam -Muhyis Sunnah- Abu Muhammad Al-Baghawi menyebutkan dalam tafsirnya [30] bahwa huruf “lam” pada kata “waltakun” bermakna kewajiban.. sementara “min” dalam kata “minkum ummah” bermakna “shilah” dan bukan “lit-tab’idh” (menunjukkan sebagian) [31] sebagaimana dalam ayat: FAJTANIBUR RIJSA MINAL AWTSANI [32].. Yang maknanya: Hendaklah mereka menjauhi semua berhala & bukan hanya sebagian berhala saja.. Kemudian Imam Al- Baghawi menyebutkan beberapa hadits, diantaranya dari Umar -semoga ALLAH Yang Maha Suci laga Maha Tinggi meridhoinya- Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- bersabda: “Barangsiapa yang menginginkan puncaknya Jannah maka wajib atasnya menetapi Al-Jama’ah, karena sesungguhnya Syaithan itu bersama orang yang sendirian, dan terhadap 2 orang ia lebih menjauh [33].”

Imam Ibnu ‘Asyur dalam tafsirnya [34] bahwa makna “ummah” adalah jama’ah, kelompok, sebagaimana dalam ayat yang lain disebutkan: KULLAMAA DAKHALAT UMMATUN LA’ANAT UKHTAHA [35].. Karena asal kata “ummat” dalam bahasa Arab adalah sekelompok orang yang memiliki 1 tujuan yang sama, bisa berupa keturunan, atau agama, atau lainnya, dan kejelasannya diketahui melalui keterkaitannya (idhafah) dengan kata setelahnya, semisal: Ummatul-’Arab atau Ummatun-Nashara, dll.

Imam Abi AbduLLAH Syamsuddin Al-Qurthubi Al-Anshari Al-Khazraji dalam kitabnya [36] berpendapat bahwa “min” dalam kata “minkum ummah” bermakna “lit-tab’idh” (menunjukkan sebagian)[37], karena orang-orang yang memerintahkan yang ma’ruf itu haruslah berilmu, sementara tidak semua orang berilmu, maka kewajiban ini bersifat fardhu kifayah, jika sebagian kaum muslimin sudah melakukannya maka yang lain tidak berdosa [38].

Sayyid Quthb -semoga ALLAH Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi menjadikan beliau Syahid- menyatakan dalam tafsirnya [39]: “Tidak bisa tidak ayat ini memerintahkan agar terwujudnya sebuah Jama’ah Islamiyyah yang selalu berdakwah kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf & mencegah yang munkar. Dan hendaklah ada sebuah pemerintahan yang tegak berdiri di atas bumi ini melakukan hal tersebut, sehingga ayat ini tidak hanya berbunyi “yad’uuna ” (berdakwah saja) melainkan juga “ya’muruuna” (memerintah) dan “yanhauna” (melarang) yang keduanya itu tidak akan tegak kecuali adanya sebuah pemerintahan yang Islami..” Sampai kata beliau -semoga ALLAH Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi menjadikan beliau Syahid- pada akhir penjelasannya atas ayat tersebut: “…Untuk demi tercapainya hal tersebut di atas, maka tidak dapat tidak haruslah ada sebuah kelompok/jama’ah yang memiliki 2 kekuatan di atas [40] yaitu “Iimaanu biLLLAAH” (QS Aali-Imraan, 3/102) dan “Ukhuwwatu-fiLLAAH” (QS Aali-Imraan, 3/103) baru bisa mewujudkan ayat ini (QS Aali-Imraan, 3/104)…

Demikianlah maka berdasarkan dalil2 di atas bahwa tegaknya Al-Jama’ah merupakan dharurah-syar’iyyah, yang kesemuanya tidak akan dapat tegak dengan kerja infiradiyyah (sendiri-sendiri) dan hanya mengharapkan dari tarbiyyah & tashfiyyah saja, melainkan memerlukan suatu tanzhim yang kuat & rapi untuk menggapainya.. Jika dikatakan bahwa As-Salafus Shalih pasca generasi sahabat -semoga ALLAH Yang Maha Mulia lagi maha Tinggi meridhoi mereka semua- tidak membuat tanzhim, maka saya jawab bahwa dimasa mereka sudah ada Al-Jama’ah & Al-Khilafah, maka haram hukumnya membuat kelompok baru yang berbeda dari Jama’ah kaum muslimin. Adapun sekarang, maka tidak ada Khilafah, tidak ada Al-Jama’ah & tidak ada Al-Hukumah, maka tiada jalan lain kecuali membentuk & mendirikannya.. Dan persoalan ini jauh lebih mendesak & lebih penting dari mendalami & bertele-tele dalam masalah ibadah-mahdhah, cukuplah sunnah para sahabat -semoga ALLAH Yang Maha Mulia lagi maha Tinggi meridhoi mereka semua- yang sampai meninggalkan pengurusan & pemakaman jenazah Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- untuk memilih Khalifah menjadi dalil atas hal tersebut.



HUJJAH KEEMPAT

Oleh sebab itu maka seorang yang alim hendaklah berhati-hati dalam berucap dan berfatwa, karena tidak semua orang bisa dibodohi oleh berbagai fatwa yang kelihatan seolah-olah benar dan memvonis tetapi sesungguhnya rapuh dan sangat menyesatkan. Sebagai contoh istilah “madzhabiyyah” adalah buruk & tercela, tapi bermadzhab tidaklah buruk, tidak bid’ah & tidak pula dilarang. Maka demikian pula “hizbiyyah” adalah tercela & buruk, namun demikian membuat hizb seperti beberapa hizb (partai Islam) yang ada di Indonesia, hal tersebut sama sekali tidak ada larangannya, bahkan jika umat sangat membutuhkannya maka ia bisa menjadi berkedudukan mustahabbah bahkan wajib berdasarkan kaidah ushul: Maa laa yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib.



HUJJAH KELIMA

Maka mencap orang yang berpartai & berorganisasi sebagai hizbiyyun berdasarkan paparan di atas oleh karenanya adalah sesat & menyesatkan, dan perbuatan ini dalam istilah para Ahli Ilmu dinamakan sebagai tingkat kejahilan ketiga yaitu Al-Jahlu Al-Murakkab (diantara 6 tingkat kejahilan seseorang Tholabul ‘Ilmi). Dan orang-orang seperti ini perlu membaca & mempelajari secara mendalam tentang siyasatus-syar’iyyah, karena serampangan memfatwakan masalah ini akan sangat berbahaya bagi masyarakat, karena semua hal yang berkaitan dengan realitas di masa sekarang akan menjadi bid’ah semua, seperti Presiden juga bid’ah, negara Indonesia ini adalah bid’ah, parlemennya, menterinya, departemennya, dsb semuanya menjadi bid’ah. Dan semua ini dibuktikan dengan fatwa mereka tentang haramnya PEMILU, beberapa waktu yang lalu. Dan jika mereka konsisten, maka kedudukan Raja secara turun-temurun juga adalah bid’ah, karena tidak ditemukan dalam khairal qurun, diamnya sebagian shahabat tidak bisa dijadikan hujah untuk masalah ini, karena mereka diam bukan berarti ridha tetapi berdasarkan fiqh muwazanah pada saat itu. Maka sebagian mereka yang membrontak dan membuat tanzhim pun tidak dihukumi ahli bid’ah, maka siapakah yang berani menyatakan para sahabat sekualitas Al-Husein bin Ali, Muawiyah bin Abi Sufyan, AbduLLAH Ibnu Zubair, dll sebagai ahli bid’ah karena mereka membuat tanzhim, membuat hizb, membuat pasukan perang & kemudian memberontak? Qul haatuu burhaanakum in kuntum shaadiqiin!



KESIMPULAN

Oleh sebab itu, kesimpulannya hizbiyyah adalah semangat fanatisme mazhab, golongan, syaikh, ustaz, ulama, dsb. Dan hizbiyyah bukanlah pada sikap bermazhab pada 1 mazhab, bergolongan atau meminta fatwa pada seorang ulama, syaikh, dsb. Seorang yang membatasi hanya mau menerima fatwa dari Syaikh Fulan dari negara Fulan, misalnya, dan tidak mau menerima fatwa dari selainnya itu adalah sikap hizbiyyah dan orang-orangnya dinamakan hizbiyyun. Demikian pula sikap orang yang memfatwakan bahwa ulama-mujtahid di dunia ini hanya ada 3 orang saja, itu adalah sikap para hizbiyyun. Sikap mencaci para ulama besar yang diakui dunia, kemudian menyebar-nyebarkan isu baik dalam ceramah-ceramah maupun tulisan-tulisan & buku-buku (yang belum dikonfirmasikan dan ditegakkan hujjah kepada sang ulama yang dicurigai tsb), adalah sikap para hizbiyyun. Semoga ALLAH SWT melindungi kita dari sikap hizbiyyah yang amat tercela (qabihah) ini, aaamiin ya RABB…



Catatan Kaki:

[1] Sebenarnya tulisan ini sudah pernah ana muat di millist (Al-Ikhwan) ini beberapa waktu yang lalu, namun ana melihat tulisan tsb mendapat respon yang luar biasa di sebuah website milik saudara-saudara kita fiLLAAH yang ana kritik tsb, maka ana kemudian mempelajari bantahannya dan kemudian menjawabnya pada setengah bagian dari tulisan ini, Liyahlika man Halaka ‘an Bayyinah wa Yahya man Hayya ‘an Bayyinah, faliLLAAHil hamdu wal minah.

[2] HR An-Nasa’i, X/83; Ibnu Majah, IX/134; Al-Baihaqi, V/127; Al-Hakim, IV/256; At-Thabrani, X/301; Ibnu Habban, XVI/243.

[3] Beliau adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib Al-Amali At-Thabari, digelari Imam Abu Ja’far At-Thabari atau juga Imam Ibnu Jarir At-Thabari, beliau wafat th 310-H.

[4] Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, XIX/41.

[5] Ibid. Imam Thabari menyandarkan tafsirnya ini dari atsar yang shahih sbb : “Telah menceritakan pada kami Al-Qasim, telah menceritakan pada kami Al-Husain, telah menceritakan pada saya Hajjaj dari Ibnu Juraij makna ayat tersebut seperti di atas.”

[6] Zadul Masir, IV/415

[7] Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Habib Al-Bashri Al-Baghdadi yang lebih dikenal dengan Imam Al-Mawardi, beliau wafat th 450-H.

[8] An-Naktu wal ‘Uyun, III/141

[9] Beliau adalah Imam Abu Muhammad Al-Husein bin Mas’ud Al-Baghawi, digelari oleh para ulama sebagai “Muhyis Sunnah” (Yang Menghidupkan As-Sunnah), beliau wafat pada th 516-H.

[10] Ma’alimut Tanzil, V/420

[11] Fathul Qadir, V/161.

[12] Beliau adalah Imam Ibrahim bin Umar bin Hasan Ar-Ribath bin ‘Ali bin Abi Bakr Al-Biqa’iy, beliau wafat th 885-H.

[13] Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayati was Suwar, V/416.

[14] Beliau adalah AbduLLAH bin Ahmad bin Mahmud Hafizhuddin Abul Barakat An-Nasafiy, beliau wafat th 710-H.

[15] Madrak At-Tanzil wa Haqa’iqut Ta’wil, II/385.

[16] Beliau adalah Muhammad bin Muhammad bin Musthafa Al-’Amadiy, Mufti dan Mufassir, beliau wafat th 982-H.

[17] Irsyad Al-’Aqlis Salim Ila Mazaya Al-Kitab Al-Karim, V/5.

[18] Beliau adalah AbduRRAHMAN bin Abi Bakr, diberi gelar Jalaluddin, beliau wafat th 911-H.

[19] Ad-Durr Al-Mantsur, VII/210.

[20] Beliau adalah Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Asy-Syihi, beliau wafat th 741-H.

[21] Lubab At-Ta’wil fil Ma’ani At-Tanzil, IV/469

[22] Beliau adalah Abu Zaid AbduRRAHMAN bin Muhammad bin Makhluf Ats-Tsa’alabiy, beliau wafat th 876-H.

[23] Al-Jawahirul Hasan fi Tafsiril Qur’an, III/54.

[24] Jami’ul Bayan, XX/100

[25] Ibid, XII/268

[26] Jaami’ul Bayaan fi Ta’wiilil Qur’aan, VII/91

[27] Ini juga pendapat Imam Al-Biqa’iy, lih. Tafsirnya Nuzhmud Durar fii Tanaasubil Aayaati was Suwar, II/94

[28] Ad-Durrul Mantsur fit Ta’wili bil Ma’tsur, II/405

[29] Saya berusaha men-takhrij hadits ini, dan saya menemukannya bukan hanya dalam Musnad Ahmad (43/297); melainkan jg oleh Ibnu Asakir (38/206); berkata Al-Albani dalam Fii Zhilalil Jannah (80-84) bahwa hadits ini maudhu’ namun akhir kalimat dalam hadits ini terdapat syawahid dari hadits shahih.

[30] Ma’alimut Tanzil, II/84

[31] Ini juga pendapat Imam Ibnul Jauzy, lih. Zaadul Masiir, I/391. Tapi beliau juga menerima pendapat yang menyatakan kewajiban membentuk jama’ah ini fardhu kifayah, dan beliau menyamakan kedudukannya seperti jihad fi sabiliLLAAH.

[32] Al-Hajj, 22/30

[33] HR Tirmidzi, VI/383-386; Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah, I/42 (dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam ta’liq-nya atas kitab tersebut); Al-Lalika’i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, I/106-107; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, I/114; Ahmad dalam Al-Musnad, I/18.

[34] At-Tahriru wat Tanwiru, III/178

[35] QS Al-A’raaf, 7/38

[36] Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, I/1081

[37] Ini juga pendapat Imam An-Nasafiy, lih. Madrak at-Tanzil wa Haqa’iqu at-Ta’wil, I/174; demikian juga Al-Khazin, lih. Lubab at-Ta’wil fil Ma’ani at-Tanzil, I/434.

[38] Ini juga pendapat Imam Asy-Syaukani, lih. Fathul Qadir, II/8. Ada baiknya bagi yang berminat untuk merujuknya, ada ulasan beliau yang amat berharga tentang masyru’iyyah-nya ikhtilaf dalam masalah2 furu’ dikalangan para ulama salafus-shalih, dan mereka menamakan ikhtilaf tersebut sebagai bentuk ijtihad (demikian pula paparan Imam Abu Sa’ud dalam kitabnya Irsyadul Aqlis Salim ila Mazayal Qur’anil Kariem, I/432).

[39] Fii Zhilaalil Qur’an, I/413

[40] Maksud beliau -rahimahuLLAAH- adalah penjelasan beliau atas tafsir ayat sebelumnya (QS Aali-Imraan, III/102-103)

Apakah Taqsim (Pembagian) Persoalan Agama ke Dalam Ushul dan Furu’ Merupakan Bid’ah?

Raddusy Syubuhat
14/1/2007 | 23 Dhul-Hijjah 1427 H | 6.501 views
Oleh: Aba AbduLLAAH
Kirim Print

Di antara berbagai persoalan yang muncul akhir-akhir ini dan membingungkan ummat, sebagian ikhwah, adalah klaim yang disampaikan oleh sebagian orang yang terlalu bersemangat mempelajari agama bahwa pembagian persoalan-persoalan agama menjadi masalah-masalah yang termasuk ushul (dasar) dan furu’ (cabang) adalah bid’ah yang tidak dikenal oleh generasi Salaful Ummah (radhiyaLLAAHu ‘anhum ajma’iin)..

Saya menyaksikan sendiri sebagian orang yang sangat bersemangat ini dalam salah satu majlis pernah melontarkan bahwa membagi urusan agama menjadi masalah-masalah yang ushul dan furu’ tidak dikenal oleh ulama salaf dan oleh sebab itu ia merupakan perbuatan bid’ah yang tercela (qabihah), karena menurutnya bahwa agama hanya satu, tidak dikenal adanya pembagian-pembagian fiqh, ilmu fiqh menurut Salaf hanya satu yaitu ikuti nabi SAW, demikian kata mereka.

Kemudian saya tanyakan kepada mereka, kitab mana saja yang sudah antum baca dari kalangan kaum salaf sehingga antum bisa menyimpulkan demikian? Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut mereka kecuali qila wa qala (kata ustaz Fulan dan kata syaikh Fulan). Maka saya tanyakan kembali pada mereka: Kitab manakah yang menurut antum merupakan kitab salaf yang paling sering antum baca? Jawab mereka: Tafsir Ibnu Katsir! Tanya saya lagi: Antum sudah khattam (tamat) membaca kitab tafsir Ibnu Katsir? Jawab mereka: Belum! Lalu saya katakan: Imam Ibnu Katsir menyetujui pembagian ushul dan furu’ yang antum bilang bid’ah itu!

Demikianlah fenomena yang sering kita lihat & dengar di sekitar kita, semangat yang amat besar mempelajari ‘ulum-syar’iyyah (ilmu-ilmu syariat) adalah sesuatu yang sangat terpuji, bahkan sebagiannya merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Namun jika hal tersebut diikuti dengan sikap mudah memvonis & menuduh kepada kelompok yang berbeda padahal mereka bukanlah qadhi (hakim) maka sifat tersebut menjadi amat tercela.

Saat menafsirkan QS An-Nisa’ ayat 29-31, Imam Ibnu Katsir [1] berkata ketika beliau -semoga ALLAH SWT menyayanginya- mengkomentari hadits tentang syafa’at Nabi Muhammad ShallaLLAHu ‘alaihi wa Sallam bagi orang yang berdosa besar, ia berkata: “Para ulama ushul dan furu’ telah berbeda pendapat tentang batasan dosa besar.
Ada yang berkata bahwa dosa kecil adalah dosa yang tidak ada had-nya (sanksi) dalam syariat.”

Lebih lanjut saat menafsirkan QS Al-Ma’idah ayat-3, beliau [2] juga menyatakan: “Walaupun hadits ini jelas mengenai sebab yang khusus, tetapi ibroh itu berdasarkan keumuman lafzh menurut jumhur ulama baik dalam masalah ushul maupun furu’..” Demikian pula saat beliau menafsirkan QS Al-Jum’ah ayat 1-4, beliau [3] menyatakan: “.. Nabi Muhammad ShallaLLAHu ‘alaihi wa Sallam juga adalah hakim dan pemutus tentang berbagai syubuhat dan keraguan baik dalam masalah ushul maupun furu’…”

Demikian pula pada berbagai kitab tafsir yang ditulis oleh imam Ahlus-Sunnah lainnya, seperti Imam Asy-Syaukani [4], Al-Biqa’i [5], Ibnu ‘Adil [6], An-Nasafi [7], An-Naisaburi [8], Ibnu Hazm [9], dll. Di kalangan para imam ahli hadits di antaranya adalah Imam Nawawi [10] dan Imam Ibnu Hajar [11]. Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan dan telah disepakati pembagian agama ini ke dalam masalah-masalah ushul &
furu’ sehingga penafian terhadap hal ini adalah sangat aneh dan tidak perlu diperhatikan oleh para aktifis dakwah.

Lebih jauh pembagian ini juga telah disepakati oleh para ulama aqidah dan pemurni tauhid. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menulis dalam kitabnya bahwa Imam Tirmidzi adalah seorang imam dalam masalah ushul & furu’ [12]. Beliau -semoga ALLAH menyayanginya- juga menyebutkan pembagian ini dalam kitabnya yang terkenal Iqtidha’
Shirathal Mustaqim [13]. Hal ini juga disepakati oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dimana dalam sebuah kitabnya [14] ia menulis bahwa kita diperintah mengikuti sirah Nabi Muhammad ShallaLLAHu ‘alaihi wa Sallam baik dalam masalah ushul maupun furu’. Demikian pula pengarang kitab Syarah ‘Aqidah Thahawiyyah [15] dan pengarang kitab Fathul Majid [16].

Jika kita runut dalam kitab-kitab sejarah (tarikh) yang terkenal, seperti kitab Al-Milal wan-Nihal maka kita dapatkan bahwa dari sejak dulu para ulama mujtahidin telah dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu ahli ushul dan ahli furu’ [17]. Ahli ushul adalah mereka yang mempelajari masalah-masalah yang bersifat qath’i dalam agama [18], sementara ahli furu’ adalah mereka yang mempelajari masalah-masalah yang bersifat perbedaan pendapat di kalangan ulama (mawaqi’ul-ikhtilaf) yang dapat dicapai melalui dugaan kuat (ghalabatu-zhann) yang memungkinkan semua yang berijtihad bisa benar [19]. Imam Al-Qusyairi Al-Maliki bahkan mengarang kitabnya yang diberi nama: Al-Ushul wal Furu’ pada sebelum abad ke-3 Hijrah [20] (Imam Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Imam Al-Qusyairi tersebut wafat pada th 365-H [21]).

‘Ala kulli haal, demikianlah bahwa pembagian masalah agama kepada ushul dan furu’, kepada yang qath’iy dan zhanniy semuanya disandarkan kepada kitab-kitab ulama Salafus Shalih, tinggal penunjukannya saja yang terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama, mana yang termasuk masalah ushul dan mana yang furu’, aqidah adalah ushul tapi di dalam hal aqidah juga terdapat furu’, demikian pula ibadah adalah furu’ tapi di dalam masalah ibadah juga terdapat ushul. Pembahasan tentang masalah ini telah pernah saya bahasa panjang lebar dalam kajian ushul-fiqh di millist ini (mailing list Al-Ikhwan, red), bagi yang ingin mendalaminya tafadhal membuka arsip millist ini dalam serial USHUL-FIQH. WaliLLAHil hamdu wal minah..

Catatan Kaki:

[1] Tafsir Ibnu Katsir, II/284

[2] Ibid, III/19

[3] Ibid, VIII/116

[4] Fathul Qadir, III/88

[5] Tafsir Al-Biqa’i, I/144, II/160, III/158, IV/32, V/385, VI/105, VII/222

[6] Tafsir Al-Lubab, VI/423, XIV/145

[7] Tafsir An-Nasafi, I/479

[8] Tafsir An-Naisabury, I/338, III/268

[9] Tafsir Al-Ahkam, I/438

[10] Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, I/323

[11] Fathul Bari’, VIII/313

[12] Jami’ur Rasa’il, I/186

[13] Iqtidha’ Shirathal Mustaqim Li Mukhalafati Ashabil Jahim, I/215, II/95

[14] Ushulul Iman, I/174

[15] Syarhut Thahawiyyah fil ‘Aqidah As-Salafiyyah, III/266

[16] Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid, I/2

[17] Al-Milal wa An-Nihal, I/61

[18] Ibid, I/61

[19] Ibid, I/62

[20] Ma’rifati Hawadits waz Zaman lil Yafi’i, I/350

[21] Tarikhul Islam, VI/218

Rabu, 24 Agustus 2011

19 Keistimewaan Wanita Menurut Hadits (ISLAM)

Doa wanita itu lebih makbul daripada lelaki karena sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda , ” Ibu lebih penyayang daripada bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
Wanita yang salehah (baik) itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang saleh.
Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang senantiasa menangis karena takut akan Allah .Dan orang yang takut akan Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah saw di dalam syurga);
Barangsiapa membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah lalu diberikan kepada keluarganya) maka pahalanya seperti melakukan amalan bersedekah.Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki.
Surga itu di bawah telapak kaki ibu;
Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah surga.
Apabila memanggil akan dirimu dua orang ibu bapakmu, maka jawablah panggilan ibumu terlebih dahulu.
Daripada Aisyah r.a.” Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.
Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutuplah pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu surga. Masuklah dari mana saja pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
Wanita yang taat pada suaminya, maka semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan semua beristighfar baginya selama dia taat kepada suaminya serta menjaga salat dan puasanya
Aisyah r.a berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?” Jawab Rasulullah SAW “Suaminya.” ” Siapa pula berhak terhadap lelaki?” Jawab Rasulullah SAW, “Ibunya.”
Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta kepada suaminya, masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dikehendaki.
Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam surga terlebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebajikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.
Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
Apabila telah lahir anak lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.

Maksiat Menyebabkan Berbagai Bencana

“Musibah yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan kalian. Dan Allah memaafkan sebagian besar darinya“ (As-Syura 30).Bila rezeki kita kini terpuruk, jangan dulu berprasangka buruk, tapi siapa tahu masa lalu kita memang berlumur amal buruk. Rasulullah SAW bersabda, “Takutilah dosa, karena dosa itu akan menghancurkan kebaikan. Ada dosa yang menyebabkan rezeki tertahan, walaupun sudah dipersiapkan kepadanya“. Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda “Manusia tidak akan binasa sebelum mereka banyak melakukan dosa“.

Allah SWT berfirman, “Maka setiap-tiap (orang, golongan, kaum atau bangsa) Kami siksa karena dosanya.Ada di antaranya yang Kami tumpahkan hujan lebat (sampai banjir besar atau berjangkitnya penyakit), ada yang dihukum dengan suara guntur dan kilat sabung-menyabung ; ada lagi yang Kami benamkan ke dalam perut bumi; dan ada pula yang Kami tenggelamkan di tengah lautan. Semuanya itu bukanlah karena Tuhan menganiaya mereka, melainkan mereka menganianya diri sendiri“ (Al Ankabut 40). Pada waktu akhir-akhir ini beruntun – runtun terjadinya bencana yang menimpa manusia. Baik di tanah air kita maupun di berbagai benua di seluruh dunia, baik berupa bencana alam maupun berbagai peristiwa sedih lainnya.

“Tidaklah sekali-kali bangsa mengalami kehancuran, kalbu manusia menjadi rusak, rumah tangga berantakan; berbagai pendapat saling berseberangan; dan pemikiran menjadi kacau balau, kecuali karena berbagai macam dosa dan kedurhakaan telah membudaya di kalangan umat manusia,” demikian antara lain tulis Dr.’Aidh bin ‘Abdullah Al Qarni dalam buku ‘ Hidupkan Hatimu.’ Maksiat akan menghalangi seseorang mendapatkan kebahagiaan sejati. Hal itu karena pelaku maksiat di akhirat akan mendapatkan hukuman dari Allah. Sedangkan di dunia orang yang bermaksiat tidak akan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Hal ini bukan hanya diakui oleh orang yang beragama Islam saja, namun diakui oleh manusia pada umumnya.Yaitu mereka yang memiliki hati nurani . “Hati nurani bagaikan black box ‘kotak hitam‘ yang merekam segala ‘ceritera‘ hidup ini. Kejadian demi kejadian dari waktu ke waktu direkam dengan apik oleh hati nurani. Saat inipun kita bisa kembali membuka rekaman yang terjadi sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Apakah kita melakukan dosa besar? Semua bisa kita ingat. Karena itulah, Allah menjadikan hati nurani bersaksi di hadapan Allah pada hari kiamat (QS.Al Aadiyaat 10). Jangan pernah bangga berhasil mendustai orang lain. Bersedihlah karena sebelumnya, kita mendustai diri kita sendiri. Jangan pernah merasa selamat dari dosa yang kita sembunyikan selama ini karena semua akan tampak di hari ‘persaksian,‘ demikian antara lain kilah M.Arifin Ilham dalam artikelnya ‘Hati Nurani‘. Salah satu contoh, demonstrasi rakyat Amerika terhadap invasi Amerika ke Irak adalah bukti konkrit bahwa pada dasarnya maksiat, kezaliman, penganiayaan itu tidak membuahkan kebahagiaan. Bahkan menurut Sokrates, orang yang berbuat kriminal lebih menderita daripada korbannya meskipun ia tidak dihukum karena kejahatannya, namun ia adalah orang yang paling menderita. Kadang ada kasus kejahatan yang pelakunya sulit dilacak. Berbagai usaha telah dilakukan namun gagal. Ternyata, orang tersebut malah menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Hal itu dilakukannya karena ia merasa selalu dijerat dosa.(Buku Menggapai Kebahagiaan Sejati oleh Muhammad Syafii Masykur).

Dalam buku ‘Puasa Lahir Puasa Batin‘ oleh Malaki Tabrizi antara lain disebutkan banyak yang hadis yang mengemukakan bahwa apabila sekelompok orang yang sedang duduk-duduk di suatu tempat, kemudian mereka beranjak menunaikan suatu perbuatan baik, maka setiap butir tanah yang dipijaknya akan berdoa dan meminta ampunan Allah SWT (beristighfar ) bagi mereka. Namun sebaliknya, apabila mereka terjerat kesibukan melakukan dosa, maka setiap keping tanah akan mengutuk mereka.

Jadi ada hubungan langsung antara eksistensi manusia dan lingkungan alam (dunia) ini. Apabila ia berdosa, semua makhluk mengutuknya.Karena seorang pendosa melangkah kearah yang bertentangan dengan tujuan suci penciptaan manusia.Dengan kata lain, tiap perbuatan dosa menimbulkan satu kekacauan dalam tujuan penciptaan manusia yang sesungguhnya tengah berproses menuju Allah. Maksiat menyebabkan berbagai kerusakan di bumi, baik pada air, udara, tanaman, buah, maupun tempat tinggal seperti ditegaskan Allah dalam surah Rum 41, ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia. Allah ingin agar mereka merasakan sebagian dari apa yang mereka kerjakan supaya mereka kembali“ (Al-Rum 41). Maksiat menyebabkan longsor dan gempa bumi serta hilangnya keberkahan. Suatu kali Rasulullah SAW melewati wilayah bekas perkampungan kaum Tsamud. Beliau melarang para sahabat untuk memasukinya kecuali dalam kondisi menangis serta melarang mereka meminum airnya atau mengambil air dari sumurnya. Karena dampak sial dari maksiat terdapat dalam air. Demikian pula dampak sial maksiat pada kerusakan buah-buahan.

Dampak laik dari maksiat alah kesialan dosa yang juga menimpa orang lain dan kendaraannya. Pelaku maksiat dan orang lain terkena sial dan gelapnya dosa. Abu Hurairah RA berujar, “Ayam mati di kandangnya karena tindakan orang yang zalim“. Sedangkan Mujahid bertutur, “Binatang melaknat orang-orang yang melakukan maksiat saat kekeringan datang dan hujan tidak turun. Mereka berkata, inilah kesialan dari maksiat yang dilakukan manusia.’ Juga Ikramah berkata, “Binatang melata di bumi, termasuk serangga mengeluh, ‘Hujan tidak turun akibat dosa manusia.’ Hukuman atas dosa tidak cukup, sampai makhluk yang tidak berdosa juga melaknatnya.’” Wallahualam. **

Sumber: Pontianakpost.com

Manfaat Sedekah di Dunia dan Akhirat

Manfaat Sedekah di Dunia dan Akhirat



Sedekah yang dikeluarkan, baik banyak maupun sedikit akan mendapatkan ganjaran mulia baik ketika di dunia lebih-lebih di akhirat. Diantara manfaatnya di dunia.
Pertama, Membersihkan harta. Rasul bersabda, “Lindungi harta kamu dengan zakat, obati sakitmu dengan sedekah, dan hadapi gelombang hidup dengan tawadhu kepada Allah dan doa.“ (Al Baihaqi). Kedua, Membersihkan-badan.“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka“ (Taubah 103). Ketiga, Menolak bencana dan penyakit. Rasul bersabda “Obatilah orang sakit di antara kalian dengan bersedekah.“ (HR.Baihaqi).

Hadist lain, Rasul menegaskan “Sedekah akan menutup tujuh puluh pintu keburukan“ (HR.Thabrani ). Tutur Ibnul Qayyim, “Sedekah mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam menolak bencana, meskipun berasal dari orang yang suka berbuat maksiat atau kezaliman, bahkan dari seorang kafir sekalipun. Hal ini diketahui oleh semua orang. Mereka semua mengakuinya karena telah mencobanya.“Keempat, Memberikan kegembiraan kepada orang-orang miskin dan meringankan kesusahan mereka. Rasul bersabda “Amal yang paling disukai Allah ialah kegembiraan yang engkau masukkan dalam hati seorang Muslim, menghilangkan kesusahannya, melunasi utangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku untuk suatu hajat lebih aku sukai daripada beriktikaf di masjid ini selama sebulan.“ Sebagian ulama menyatakan, “Sedekah merupakan sarana pendekatan diri kepada Allah Ta’ala yang paling utama. Sedekah lebih utama daripada jihad, terlebih bersedekah di saat paceklik melanda,apalagi bersedekah kepada keluarga dan kerabat. Sedekah juga lebih utama daripada haji, karena haji bersifat individual, sedangkaan sedekah bersifat sosial.”

Kelima, Mendatangkan keberkahan harta dan kelapangan rezeki. “Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya.“ (Saba 39). Keenam, Mengundang rezeki. Setiap pagi malaikat berdoa, “Ya Allah berikan ganti kepada orang yang berinfak.“ Rasul bersabda “Undanglah rezeki kalian dengan bersedekah.“ Nabi memberi nasehat kepada Bilal, salah seorang sahabat yang tergolong miskin. “Nafkahkanlah, wahai Bilal, dan jangan takut dikurangi oleh Penguasa Arsy“ (HR.Al Bazzar). “Nafkahkanlah, maka Allah memberi nafkah kepadamu“ (HR.Thabrani). Juga dalam hadis lain Rasul menerangkan, “Sedekah tidak mengurangi harta. Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba dengan ampunan, melainkan kemuliaan. Dan tidaklah seseorang bertawadhu karena Allah, melainkan Dia meninggikan derajatnya“ (HR.Muslim).

Ketujuh, Menjadi orang yang beruntung. Allah berfirman “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,mereka itulah orang-orang yang beruntung“ (Al Hasyr 9). Rassul SAW bersabda “Memberi sedekah, menganjurkan kebaikan, berbaktti kepada orang tua, dan silaturrahmi dapat mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan,menambah berkah umur, dan menolak kejahatan“ (HR.Abu Na’im). edelapan, Menolak kematian yang buruk. asul bersabda “ Sedekah itu dapat meredam murka Rabb dan menolak kematian yang buruk(HR.Tirmizi).

Manfaatnya di akhirat,antara lain. Pertama, Meringankan hisab. Kedua, Memberatkan timbangan kebaikan (Simak Al Hadid 18 dan al Baqarah 261). Ketiga, Menjadi naungan bagi orang yang melakukannya dari dahsyatnya panas hari kiamat. Rasul bersabda “Setiap orang berada dalam naungan sedekahnya hingga diputuskan perkara diantara manusia.” “Naungan Mukmin pada hari Kiamat adalah sedekahnya,“ kilah Putra Luqman al Hakim. “Keempat, Dimudahkaan melewati ash-shirath. Kelima, Menaikkan derajat di surga. Keenam, Menghapuskan dosa dan kesalahan. Rasul SAW bersabda, “Puasa adalah perisai, dan sedekah itu memadamkan kesalahan seperti air memadamkan api.” Nasehat Luqman al Hakim kepada anaknya, ”Jika engkau melakukan suatu kesalahan, maka bersedekahlah“

Ketujuh, Memadamkan murka Rabb. Rasul bersabda, “Sedekah secara diam-diam dapat meredam murka Rabb.“ Imam Zainal Abidin RA berkata, “Sedekah di malam hari akan memadamkan murka Rabb.“ Adi bin Hatim RA, ia berkata, ‘Aku mendengar Nabi SAW bersabda “Barang siapa diantara kalian mampu berlindung dari neraka walau hanya dengan separoh kurma, maka hendaklah ia melakukannya (bersedekah)“ (HR. Muslim). Rasul SAW berpesan pada kaum wanita, “Wahai kaum wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristighfar karena aku melihat kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka“ (HR.Bukhari dan Muslim).

Kedelapan, Salah satu amal yang bisa mendatangkan manfaat setelah seseorang meninggal. Rasul SAW bersabda, “Jika anak Adam mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang senantiasa mendoakannya.“ (HR.Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi). Kesembilan, Mendapat pujian dari Allah. Kesepuluh, Mendapat rahmat Allah. Allah berfirman “Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat kebaikan.“ Wallahualam. **

Sumber: Pontianakpost.com

Minggu, 21 Agustus 2011

Fatwa Syaikh bin Baaz; Larangan Saling Mencaci

Raddusy Syubuhat
9/12/2009 | 21 Dhul-Hijjah 1430 H | 3.592 views
Oleh: Al-Ikhwan.net

cl0061Fatwa ini dikeluarkan olehnya akibat munculnya kelompok dakwah garis keras yang terkenal mudah mengeluarkan cacian dan makian terhadap para tokoh dakwah di dunia Islam. Tentunya fatwa ini berlaku umum kepada siapa saja yang memiliki karakter tercela seperti penjelasan syaikh bin Baaz.

Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam Kerajaan Saudi Arabia, tanggal 17/6/1414 H, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz (meninggal pada bulan Mei 1999) mengatakan :

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan mereka yang mengikutinya sampai akhir zaman.

Sesungguhnya Allah SWT memerinmtahkan kita untuk berlaku adil dan berbuat baik, serta meninggalkan segala bentuk penganiayaan, kesewenangan dan permusuhan. Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW dengan risalah yang juga telah diemban oleh paa Rasul sebelumnya, berupa seruan untuk bertauhid dan memurnikan ibadah kepada Allah SWT semata. Allah jga memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menegakkan keadilan dan melarangnya dari segala bentuk ketidakadilan; baik berupa penyembahan selain Allah, atau perpecahan, perselisihan dan penganiayaan atas hak-hak orang lain.

Akhir-akhir ini, telah menjadi wacana publik bahwa ada sekelompok orang yang dikenal sering bergelut dengan masalah-masalah keilmuan Islam dan dakwah, melecehkan kehormatan saudara-saudara mereka dari kalangan aktivis dakwah Islam terkemuka. Mereka juga melecehkan kehormatan para penuntut ilmu, para da’i dan para penceramah. Kadang mereka melakukannya secara tersembunyi di tempat-tempat pengajian mereka atau direkam di kaset-kaset dan disebarkan di tengah-tengah masyarakat. Dan kadang pula hal itu dilakukan secara terang-terangan dalam pengajian-pengajian umum di masjid-masjid. Perbuatan ini sangat bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah SWT kepada Rasul-Nya.

Lebih jelasnya pertentangan itu dapat dilihat dari berbagi sisi sebagai berikut :

1. Perbuatan ini adalah bentuk penganiayaan terhadap hak-hak umat Islam. Apatah lagi bila mereka yang dilecehkan tersebut adalah para penuntut ilmu dan para da’i yang telah mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk membangun kesadaran beragama masyarakat, membimbing mereka, serta memperbaiki kekeliruan-kekeliruan pemahaman mereka tentang akidah dan sistem hidup. Dan mereka pulalah yang telah bekerja keras untuk mengorganisir pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah agama, serta menulis buku-buku yang bermanfaat.

2. Perbuatan ini adalah upaya memecah belah persatuan umat Islam dan mengoyakkan barisan mereka. Sementara mereka sangat membutuhkan adanya persatuan dan tiadanya perpecahan, perselisihan dan perdebatan yang sia-sia di antara mereka. Apatah lagi bila para da’i yang dilecehkan tersebut berasal dari kalangan ahlu sunnah wal jamaah yang terkenal dengan kerja nyata mereka dalam memerangi bid’ah dan khurafat, menentang para penyerunya, serta menyingkap makar dan tipu daya mereka. Kami memandang bahwa tidak ada sedikit pun maslahat dibalik perbuatan ini kecuali bagi musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir dan munafiq, atau ahli bid’ah dan kesesatan yang sangat mengidam-idamkan kehancuran umat Islam.

3. Perbuatan ini mengandung dukungan dan dorongan kepada para sekularis, westernis dan musuh-musuh Islam lainnya yang terkenal sebagai kelompok-kelompok yang selalu melecehkan, menyebarkan isu-isu bohong dan menghasut masyarakat untuk memusuhi para aktivis dakwah Islam lewat buku-buku dan kaset mereka. Adalah bertentangan dengan konsekwensi ukhuwwah Islamiyah ketika orang-orang yang tergesa-gesa ini mendukung musuh-musuh mereka menghadapi saudara-saudara mereka sendiri dari kalangan para penuntut ilmu dan para aktivis dakwah Islam.

4. Perbuatan ini sangat berandil besar dalam merusak hati dan perasaan seluruh lapisan masyarakat, menyebar luaskan berbagai kebohongan dan isu-isu dusta, menjadi sebab maraknya gunjing menggunjing dan adu domba serta membuka pintu selebar-lebarnya bagi manusia-manusia berjiwa kerdil yang hobinya menyebarkan isu-isu negatif, menguakan simpul-simpul fitnah dan selalu ingin menyakiti orang-orang beriman dengan dalil dan alasan yang dibuat-buat.

5. Banyak sekali pernyataan-pernyatan yang dimunculkan itu, tidak benar adanya, sebaliknya pernyatan-pernyataan tersebut hanyalah paraduga-praduga atau sangkaan-sangkaan yang dihiasi oleh setan kepada mereka yang termakan oleh tipu dayanya. Allah SWT berfirman :

“Hai orang-orang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian orang diantara kamu menggunjing sebagian yang lain” (Al Hujuraat : 12)

Seorang muslim sebaiknya berusaha memahami perkataan saudaranya sesama muslim dengan penafsiran yang paling baik. Sebagian ulama salaf pernah berkata: “janganlah berprasangka buruk tentang sebuah pernyataan yang diungkapkan oleh saudaramu sesama muslim, sementara engkau dapat memahaminya dengan penafsiran yang baik”.

6. Ijtihad yang dilakukan oleh seorang ulama atau penuntut ilmu yang layak ijtihad pada masalah-masalah ijtihadiyah tidak boleh diingkari dan ditentang. Bila ada yang berbeda pendapat dengannya pada masalah-masalah tersebut, maka yang lebih tepat dilakukan adalah mengajaknya berdiskusi (berdebat) dengan cara yang paling baik, demi mencapai kebenaran dengan mudah dan menutup jalan bagi bisikan-bisikan setan berikut tipu dayanya untuk memecah belah persatuan umat Islam. Tapi bila itu sulit dilakukan, sedang orang yang berbeda pendapat tersebut ingin menjelaskan kesalahan ijtihad ulama atau penuntut ilmu yang lain, maka hendaklah itu dilakukan dengan ungkapan yang baik, sindirian yang lembut dan tanpa pelecehan, pencelaan atau kata-kata kasar yang bisa menyebabkan penolakan terhadap kebenaran, serta tanpa tudingan terhadap pribadi-pribadi, tuduhan terhadap niat-niat orang lain, atau pembicaraan berlebihan yang tidak dibutuhkan. Bukankah dalam hal-hal seperti ini Rasulullah SAW selalu berkata :

“Mengapa ada orang-orang yang mengatakan begini dan begitu?”

Maka yang ingin aku nasehatkan kepada ikhwah (saudara-saudaraku) yang melecehkan kehormatan para da’i dan menghina mereka supaya bertobat kepada Allah SWT dari apa-apa yang pernah dituliskan oleh tangan-tangan mereka atau diucapkan oleh lidah-lidah mereka yang telah ikut andil dalam merusak hati dan perasaan sebagian pemuda Islam, memenuhinya dengan rasa iri dan dengki, menyibukkan mereka dengan gunjing-menggunjing, membahas tentang fulan dan fulan, memaksakan diri untuk mencari-cari kesalahan orang lain yang akhirnya memalingkan mereka dari menuntut ilmu yang bermanfaat dan berdakwah di jalan Allah SWT.

Aku juga menasehati mereka agar menebus (kaffarah) kesalahan yang mereka lakukan dengan cara menulis atau lainnya, untuk membebaskan diri mereka dari perbuatan seperti ini dan menghilangkan pemikiran-pemikiran salah yang telah tertanam dibenak sebagian orang yang sering mendengarkan pembicaraan mereka, berikut mengalihkan perhatian mereka kepada amal-amal produktif yang mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi hamba-hambaNya. Aku juga menasehati mereka agar berhati-hati untuk tidak tergesa-gesa dalam menyebutkan hukum kafir, fasik atau bid’ah kepada orang lain tanpa bukti dan kejelasan, karena Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa yang berkata kepada saudaranya sesama muslim wahai kafir maka makna kata itu pasti berlaku bagi salah seorang di antara mereka berdua” (Mutafaqun ‘ala shihatihi).

Secara syar’i adalah tepat bagi para dai dan penuntut ilmu yang menemukan kesulitan dalam memahami perkataan sebagian ulama ataupun selain ulama, untuk merujuk dan bertanya kepada para ulama yang berkompeten, agar mereka mendapatkan penjelasan yang gamblang, memahami subtansi masalah dan menghilangkan segala keragu-raguan dan syubhat yang ada pada diri mereka, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinnya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syetan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu)” (Annisa’ : 83)

Semoga Allah SWT –yang hanya kepada-Nya kita meminta- memperbaiki keadaan umat Islam seluruhnya, menyatukan hati-hati mereka dan memberikan taufiq-Nya kepada para ulam dan para da’i untuk selalu melakukan hal-hal yang diridloinya, bermanfaat bagi hamba-hambaNya, menyatukan konsep mereka di atas petunjuk-Nya, menghindarkan mereka dari pemicu-pemicu perpecahan dan pertentangan, serta menjadikan mereka sebagai pembela kebenaran dan pemberantas kebatilan.

Sesungguhnya hanya Allah SWT yang sanggup dan mampu melakukannya.

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz

Ketua Umum

Dewan Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam Kerajaan Saudi Arabiyah

Khithab Adz-Dzahabi (Surat Emas) Syaikh Bakr Bin AbduLLAAH Abu Zaid untuk DR Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali Atas Tuduhan-Tuduhannya terhadap Sayyid Quthb

Raddusy Syubuhat
9/6/2007 | 24 Jumada al-Ula 1428 H | 6.091 views
Oleh: Al-Ikhwan.net
Kirim Print

الخطاب الذهبي

Khithab Adz-Dzahabi (Surat Emas) Syaikh Bakr Bin AbduLLAAH Abu Zaid [1] –rahimahuLLAAH- untuk DR Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali Atas Tuduhan-Tuduhan DR Rabi’ terhadap Sayyid Quthb –rahimahuLLAAH-

بقلم الشيخ بـكــــر أبـــو زيـــد حفظه الله

فضيلة الأخ الشيخ / ربيع بن هادي المدخلي .. الموقر
السلام عيكم ورحمة الله وبركاته.. وبعد

فأشير إلى رغبتكم قراءة الكتاب المرفق ((أضواء إسلامية على عقيدة سيد قطب وفكره)).. هل من ملاحظات عليه ثم هذه الملاحظات هل تقضي على هذا المشروع فيطوى ولا يروى، أم هي مما يمكن تعديلها فيترشح الكتاب بعد الطبع والنشر ويكون ذخيرة لكم في الأخرى، بصيرة لمن شاء الله من عباده في الدنيا، لهذا أبدي ما يلي..

Yang Terhormat Saudaraku

Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkholi

Assalamu’alaikum Wr Wb

Merujuk kepada permintaan saudaraku –Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkholi- agar aku sudi membaca buku yang engkau kirim: “Sorotan Islam Terhadap Aqidah dan Fikrah Sayyid Quthb”.. untuk dilihat apakah aku punya catatan terhadap buku tersebut, dan apabila ada catatan apakah sampai menggagalkan proyek penerbitannya sehingga harus disingkirkan dan tidak perlu dilihat-lihat lagi, atau catatan tersebut masih memungkinkan untuk direvisi sehingga buku tersebut setelah dicetak dan diterbitkan bisa lebih berbobot, dan menjadi tabungan kebaikan antum di akhirat kelak, menjadi lentera penerang bagi kehidupan hamba yang dikehendaki Allah saat masih di alam dunia? Oleh karena itu aku ingin mengungkapkan bagaimana pendapatku:

1 – نظرت في أول صفحة من (فهرس الموضوعات فوجدتها عناوين قد جمعت في سيد قطب رحمه الله، أصول الكفر والإلحاد والزندقة، القول بوحدة الوجود، القول بخلق القرآن، يجوز لغير الله أن يشرع، غلوه في تعظيم صفات الله تعالى، لا يقبل الأحاديث المتواترة، يشكك في أمور العقيدة التي يجب الجزم بها، يكفر المجتمعات ..إلى أخر تلك العناوين التي تقشعر منها جلود المؤمنين..

Setelah melihat halaman pertama yang di dalamnya terdapat daftar isi buku, aku dapati dari daftar isi tersebut berbagai judul tulisan yang semuanya tertuju kepada Sayyid Quthb rahimahuLLAAH; Sayyid Quthb akar kekufuran, atheisme dan zindiq; Sayyid Quthb mengatakan adanya wihdatul wujud; mengatakan Al Qur’an itu makhluk ; selain Allah boleh membuat syariat; berlebihan dalam mengagungkan sifat Allah; menolak hadits-hadits mutawattir; meragukan masalah-masalah aqidah yang jelas wajib diyakini; mengkafirkan masyarakat… dan judul tulisan lainnya yang membuat merinding kulit orang-orang yang beriman..

وأسفت على أحوال علماء المسلمين في الأقطار الذين لم ينبهوا على هذه الموبقات.. وكيف الجمع بين هذا وبين انتشار كتبه في الآفاق انتشار الشمس، وعامتهم يستفيدون منها، حتى أنت في بعض ما كتبت، عند هذا أخذت بالمطابقة بين العنوان والموضوع، فوجدت الخبر يكذبه الخبر، ونهايتها بالجملة عناوين استفزازية تجذب القارئ العادي، إلى الوقيعة في سيد رحمه الله، وإني أكره لي ولكم ولكل مسلم مواطن الإثم والجناح، وإن من الغبن الفاحش إهداء الإنسان حسناته إلى من يعتقد بغضه وعداوته.

Bila hal ini benar, aku menyayangkan kondisi ulama-ulama umat Islam di berbagai negeri yang tidak memperhatikan kebejatan ini… Tapi, bagaimana mungkin hal ini terjadi sementara buku-buku Sayyid Quthb sudah tersebar luas ke seluruh penjuru dunia, dan umumnya umat Islam mengambil manfaat dari buku-buku tersebut, termasuk engkau sendiri, dalam beberapa tulisan engkau menukil dari buku Sayyid Quthb. Hal ini membuat aku segera mengecek kesesuaian judul-judul tersebut dengan materi bahasan di dalamnya, ternyata pernyataan yang satu dibantah dengan pernyataan lainnya. Kesimpulannya judul dan tema yang dibahas sangat provokatif yang dapat mendorong pembaca biasa untuk mencederai pribadi Sayyid Quthb. Sungguh aku membenci diriku, engkau dan setiap muslim terperosok kedalam lembah dosa dan kesalahan. Merupakan kerugian besar bila seseorang menghadiahkan kebaikannya kepada orang yang dibenci dan dimusuhi.

2 – نظرت فوجدت هذا الكتاب يـفـتـقــد:

(أصـول البحث العلمي، الحيـدة العلمية، منهـج النقد، أمانـة النقل والعلم، عـدم هضم الحق).
أما أدب الحوار وسمو الأسلوب ورصانة العرض فلا تمت إلى الكتاب بهاجس.. وإليك الدليل…

2. Setelah aku perhatikan, buku ini mengabaikan prinsip-prinsip penulisan ilmiah, obyektifitas dan metodologi kritik ilmiah, mengabaikan kejujuran dalam mengutip tulisan dan tidak memihak kebenaran. Adapun adab berdialog, kwalitas bahasa dan cara pengungkapannya lebih parah lagi. Hal tersebut dapat kita buktikan sebagai berikut:

أولاً: رأيت الاعتماد في النقل من كتب سيد رحمه الله تعالى من طبعات سابقة مثل الظلال والعدالة الاجتماعية مع علمكم كما في حاشية ص 29 وغيرها، أن لها طبعات معدلة لاحقة، والواجب حسب أصول النقد والأمانة العلمية، تسليط النقد إن كان على النص من الطبعة الأخيرة لكل كتاب، لأن ما فيها من تعديل ينسخ ما في سابقتها وهذا غير خاف إن شاء الله تعالى على معلوماتكم الأولية، لكن لعلها غلطة طالب حضر لكم المعلومات ولما يعرف هذا ؟؟، وغير خاف لما لهذا من نظائر لدى أهل اعلم، فمثلاً كتاب الروح لابن القيم لما رأى بعضهم فيما رأى قال: لعله في أول حياته وهكذا في مواطن لغيره، وكتاب العدالة الاجتماعية هو أول ما ألفه في الإسلاميات والله المستعان.

Pertama: Setelah aku perhatikan, kutipan-kutipan dari buku-buku Sayyid Quthb engkau mengandalkan pada cetakan lama seperti buku Fi Zhilalil Qur’an dan ‘Adaalah Ijtima’iyah, padahal engkau mengetahui bahwa buku-buku tersebut memiliki cetakan edisi revisi sebagaimana tercantum dalam catatan kaki di halaman-29 dan halaman lainnya. Seharusnya sesuai standar ilmiyah dalam memberikan kritik dan penilaian, yang dijadikan obyek kritik terfocus pada buku-buku yang dicetak terakhir, sebab sangat dimungkinkan ada revisi-revisi yang menghapus apa yang ada dalam cetakan sebelumnya dan tentu hal ini sudah menjadi pengetahuan dasar engkau, kecuali bila buku ini merupakan hasil kerja murid engkau yang menyerap pengetahuanmu, mungkin ia tidak mengetahui standar ilmiyah tersebut?!

ثانيًا: لقد اقشعر جلدي حينما قرأت في فهرس هذا الكتاب قولكم (سيد قطب يجوز لغير الله أن يشرع)، فهرعت إليها قبل كل شيء فرأيت الكلام بمجموعه نقلاً واحدًا لسطور عديدة من كتابه العدالة الاجتماعية) وكلامه لا يفيد هذا العنوان الاستفزازي، ولنفرض أن فيه عبارة موهمة أو مطلقة، فكيف نحولها إلى مؤاخذة مكفرة، تنسف ما بنى عليه سيد رحمه الله حياته ووظف له قلمه من الدعوة إلى توحيد الله تعالى (في الحكم والتشريع) ورفض سن القوانين الوضعية والوقوف في وجوه الفعلة لذلك، إن الله يحب العدل والإنصاف في كل شيء ولا أراك إن شاء الله تعالى إلا في أوبة إلى العدل والإنصاف.

Kedua: Sungguh merinding kulitku ketika aku membaca di Daftar Isi ucapanmu (Sayyid Quthb membolehkan kepada selain ALLAH untuk membuat syariat) maka aku segera mengeceknya sebelum melakukan yang lain, maka kulihat kata-kata Sayyid Quthb secara keseluruhan dalam beberapa baris dari kitabnya Al-Adalah Al-Ijtima’iyyah. Dan ucapan beliau sama sekali tidak menunjukkan judul tsb, seandainya kita ingin menyimpulkan bahwa di dalam ucapannya ada ungkapan yang belum jelas, bagaimana mungkin kita menghukumi beliau dengan vonis mengkafirkannya?!

Hendaknya kita mengingat apa yang telah dilakukan Sayyid Quthb di dalam hidupnya, dan bagaimana beliau menggunakan penanya mengajak orang kepada Tauhid dalam hukum & perundang-undangan dan bahwa beliau menolak pemberlakuan hukum buatan manusia & berdiri menghadang orang-orang yang melakukannya. Sesungguhnya ALLAH SWT mencintai sikap adil & obyektif dalam setiap hal & aku melihat engkau insya ALLAH mau kembali kepada keadilan & sikap obyektif tsb.

ثالثًا: ومن العناوين الاستـفـزازيـــة قولكم (قول سيد قطب بوحدة الوجود).

إن سيدًا رحمه الله قال كلامًا متشابهًا حلق فيه بالأسلوب في تفسير سورتي الحديد والإخلاص وقد اعتمد عليه بنسبة القول بوحدة الوجود إليه، وأحسنتم حينما نقلتم قوله في تفسير سورة البقرة من رده الواضح الصريح لفكرة وحدة الوجود، ومنه قوله: (( ومن هنا تنتفي من التفكير الإسلامي الصحيح فكرة وحدة الوجود)) وأزيدكم أن في كتابه (مقومات التصور الإسلامي) ردًا شافيًا على القائلين بوحدة الوجود، لهذا فنحن نقول غفر الله لسيد كلامه المتشابه الذي جنح فيه بأسلوب وسع فيه العبارة.. والمتشابه لا يقاوم النص الصريح القاطع من كلامه، لهذا أرجو المبادرة إلى شطب هذا التكفير الضمني لسيد رحمه الله تعالى وإني مشفق عليكم

Ketiga: Dan diantara judul dalam Daftar Isi yang mengerikan adalah kata-kata-mu bahwa Sayyid Quthb mengatakan Wihdatul Wujud… Sesungguhnya Sayyid rahimahuLLAAH mengucapkan kata-kata yang mutasyabih (multi interpretatif), dengan uslub atau gaya tertentu dalam menafsirkan surat Al-Hadid & surat Al-Ikhlas yang membuat engkau menisbahkan Wihdatul Wujud itu kepadanya. Padahal engkau telah berbuat baik ketika engkau menukil perkataan Sayyid saat menafsirkan surat Al-Baqarah bahwa Sayyid menolak dengan jelas fikrah Wihdatul Wujud, dan di antara ucapan Sayyid tsb adalah (Dan dari sinilah berakhir pemikiran Wihdatul Wujud dalam fikrah Islamiyah yang benar). Dan aku tambahkan pada engkau bahwa dalam kitabnya Muqawwimat Tashawwur Islamiy terdapat bantahan yang cukup jelas terhadap orang-orang yang mengatakan Wihdatul Wujud. Oleh sebab itu kami berkata semoga ALLAH mengampuni Sayyid Quthb atas ucapannya atau kalimatnya yang mutasyabih dengan uslub yang memungkinkan disalah-fahami. Dan mutasyabih tidak dapat mengalahkan ungkapan yang tegas dari tulisan Sayyid, oleh karena itu aku berharap agar engkau segera mencoret vonis takfir tersembunyi kepada Sayyid rahimahuLLAHu Ta’ala & aku benar-benar menyayangi engkau.

رابعًا: وهنا أقول لجنابكم الكريم بكل وضوح إنك تحت هذه العناوين (مخالفته في تفسير لا إله إلا الله للعلماء وأهل اللغة وعدم وضوح الربوبية والألوهية عند سيد) .

أقول أيها المحب الحبيب، لقد نسفت بلا تثبت جميع ما قرره سيد رحمه الله تعالى من معالم التوحيد ومقتضياته، ولوازمه التي تحتل السمة البارزة في حياته الطويلة فجميع ما ذكرته يلغيه كلمة واحدة، وهي أن توحيد الله في الحكم والتشريع من مقتضيات كلمة التوحيد، وسيد رحمه الله تعالى ركز على هذا كثيرًا لما رأى من هذه الجرأة الفاجرة على إلغاء تحكيم شرع الله من القضاء وغيره وحلال القوانين الوضعية بدلاً عنها ولا شك أن هذه جرأة عظيمة ما عاهدتها الأمة الإسلامية في مشوارها الطويل قبل عام (1342هـ ).

Keempat: Dan tentang judul yang kau tulis “Penyelisihannya dalam menafsirkan LailahaillaLLAAH terhadap pendapat para ulama & ahli bahasa serta ketidakjelasan Tauhid Rububiyyah & Uluhiyyah pada diri Sayyid. Aku mengatakan wahai kekasihku, sungguh engkau telah sembrono tanpa melakukan tabayyun terhadap semua yang telah dinyatakan oleh Sayyid rahimahuLLAH tentang rambu-rambu tauhid & konsekuensinya yang semua itu bahkan menjadi ciri beliau yang menonjol di sepanjang kehidupannya, sedangkan apa yang kau sebutkan dengan 1 kalimat telah menghapus semua itu. Dan ucapan beliau bahwa TauhiduLLAAH dalam hukum & tasyri’ termasuk konsekuensi kalimat tauhid, adalah karena Sayyid melihat keberanian yang kurang ajar dari sebagian orang menghilangkan tahkim dengan syariat ALLAH & menghalalkan hukum buatan manusia sebagai ganti syariat ALLAH, semua itu yang tidak pernah dikenal oleh ummat Islam sepanjang sejarahnya sebelum tahun 1342-H.

خامسًا: ومن عناوين الفهرس (قول سيد بخلق القرآن وأن كلام الله عبارة عن الإرادة)..
لما رجعت إلى الصفحات المذكورة لم أجد حرفًا واحدًا يصرح فيه سيد رحمه الله تعالى بهذا اللفظ (القرآن مخلوق) كيف يكون هذا الاستسهال للرمي بهذه المكفرات، إن نهاية ما رأيت له تمدد في الأسلوب كقوله (ولكنهم لا يملكون أن يؤلفوا منها ـ أي الحروف المقطعة ـ مثل هذا الكتاب لأنه من صنع الله لا من صنع الناس) ..وهي عبارة لا شك في خطأها ولكن هل نحكم من خلالها أن سيدًا يقول بهذه المقولة الكفرية (خلق القرآن) اللهم إني لا أستطيع تحمل عهدة ذلك.. لقد ذكرني هذا بقول نحوه للشيخ محمد عبد الخالق عظيمة رحمه الله في مقدمة كتابه دراسات في أسلوب القرآن الكريم والذي طبعته مشكورة جامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية، فهل نرمي الجميع بالقول بخلق القرآن اللهم لا، واكتفي بهذا من الناحية الموضوعية وهي المهمة.

ومن جهات أخرى أبدي ما يلي:

Kelima: Di bawah judul (ucapan Sayyid bahwa Qur’an adalah makhluq & bahwasanya KalamuLLAAH adalah ungkapan iradah ALLAAH). Ketika aku merujuk ke halaman yang disebutkan aku tidak menemukan 1 hurufpun yang mengungkapkan bahwa Sayyid mengatakan Qur’an tersebut makhluk, bagaimana mungkin begitu gampang terjadi tuduhan yang mengkafirkan ini?! Yang bisa aku lihat dari ucapan Sayyid Quthb adalah luasnya uslub beliau ketika mengatakan (tetapi mereka tidak akan bisa menyusun huruf-huruf di awal surat seperti yang terdapat dalam Qur’an ini, karena Al-Qur’an termasuk perbuatan ALLAAH & bukan perbuatan manusia). Ungkapan ini jelas keliru akan tetapi apakah langsung dengan hal tsb kita dapat memvonis bahwa Sayyid mengatakan Qur’an makhluq? Ya ALLAAH aku sungguh tidak dapat melakukannya. Hal ini mengingatkan aku dengan ucapan sejenis dari Syaikh Muhammad Abdul Khaliq ‘Azimah rahimahuLLAAH dalam muqaddimmah kitabnya Dirasat fi Uslubil Qur’anil Kariem yang dicetak oleh Universitas Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islmiyyah, apakah kita menuduh semuanya telah mengatakan Quran itu makhluq, Ya ALLAH sungguh tidak demikian. Dan aku cukupkan hal ini tapi dari sisi lain aku ingin mengungkapkan hal-hal berikut ini:

1 – مسودة هذا الكتاب تقع في 161 صفحة بقلم اليد، وهي خطوط مختلفة، ولا أعرف منه صفحة واحدة بقلمكم حسب المعتاد، إلا أن يكون اختلف خطكم، أو اختلط علي، أم أنه عُهد بكتب سيد قطب رحمه الله لعدد من الطلاب فاستخرج كل طالب ما بدا له

تحت إشرافكم، أو بإملائكم.

لهذا فلا أتحقق من نسبته إليكم إلا ما كتبته على طرته أنه من تأليفكم، وهذا عندي كاف في التوثيق بالنسبة لشخصكم الكريم.

Draft kitab ini terdiri dari 161 halaman dengan tulisan tangan, dengan khath yang berbeda (tidak 1 orang yang menulis) & tidak ada 1 halamanpun yang aku kenal sebagai tulisan engkau, kecuali jika tulisan engkau sudah berubah atau aku sudah tidak kenal lagi tulisanmu atau tulisan ini sengaja dibuat oleh murid-muridmu sehingga masing-masing murid menulis tentang apa yang menjadi pendapatnya tentang Sayyid di bawah bimbingan engkau atau engkau diktekan pada mereka. Oleh sebab itu aku tidak mengecek nisbah buku ini kepadamu, kecuali dari apa yang tertulis di halaman muka naskah ini & ini cukup bagi aku.

2 – مع اختلاف الخطوط إلا أن الكتاب من أوله إلى أخره يجري على وتيرة واحدة وهي: أنه بنفس متوترة وتهيج مستمر، ووثبة تضغط على النص حتى يتولد منه الأخطاء الكبار، وتجعل محل الاحتمال ومشتبه الكلام محل قطع لا يقبل الجدال…وهذا نكث لمنهج النقد: الحيدة العلمية .

Meskipun tulisan tangannya berbeda tetapi kitab ini dari awal hingga akhir punya kesamaan yaitu jiwa yang menggebu-gebu, melonjak-lonjak yang emosional sehingga melahirkan kesalahan-kesalahan besar, yang menjadikan hal-hal yang ucapan-ucapan yang mutasyabih langsung dianggap qath’i (tanpa perlu diperdebatkan), dan ini adalah kesalahan menurut metode kritik yang obyektif & ilmiah.

3 – من حيث الصيغة إذا كان قارنًا بينه وبين أسلوب سيد رحمه الله، فهو في نزول، سيد قد سَمَا، وإن اعتبرناه من جانبكم الكريم فهو أسلوب (إعدادي) لا يناسب إبرازه من طالب علم حاز على العالمية العالية، لا بد من تكافؤ القدرات في الذوق الأدبي، والقدرة على البلاغة والبيان، وحسن العرض، وإلا فليكسر القلم.

Dari sudut ungkapan-ungkapan buku ini jika dibandingkan dengan uslub & ungkapan Sayyid rahimahuLLAAH tergolong rendah, ungkapan Sayyid tinggi & jika dibandingkan dengannya ungkapan engkau seperti ungkapan anak-anak I’dad (sedang belajar bahasa Arab), tidak sesuai dengan ungkapan pelajar yang telah mendapat ijazah pendidikan tinggi. Padahal seharusnya perlu ada kesamaan kemampuan untuk merasakan bahasa & adab yang tinggi, kemampuan ilmu balaghah & ilmu bayan & kemampuan mengungkapkan & menjelaskan, jika tidak maka akan terjadi kekeliruan.

4 – لقد طغى أسلوب التهيج والفزع على المنهج العلمي النقدي…. ولهذا افتقد الرد أدب الحوار.

Metode & ungkapan emosional yang keras itu sudah sangat berlebihan, sehingga mengalahkan manhaj ilmiah dalam mengkritik, oleh sebab itu bantahan dalam tulisan ini kehilangan etika dialog.

5 – في الكتاب من أوله إلى آخره تهجم وضيق عطن وتشنج في العبارات فلماذا هذا…؟

Dalam kitab ini, dari awal sampai akhir berisi serangan, sempit dada, ungkapan-ungkapan yang kasar, maka untuk apa semua ini..?

6 – هذا الكتاب ينشط الحزبية الجديدة التي أنشئت في نفوس الشبيبة جنوح الفكر بالتحريم تارة، والنقض تارة وأن هذا بدعة وذاك مبتدع، وهذا ضلال وذاك ضال.. ولا بينة كافية للإثبات، وولدت غرور التدين والاستعلاء حتى كأنما الواحد عند فعلته هذه يلقي حملاً عن ظهره قد استراح من عناء حمله، وأنه يأخذ بحجز الأمة عن الهاوية، وأنه في اعتبار الآخرين قد حلق في الورع والغيرة على حرمات الشرع المطهر، وهذا من غير تحقيق هو في الحقيقة هدم، وإن اعتبر بناء عالي الشرفات، فهو إلى التساقط، ثم التبرد في أدراج الرياح العاتية .

Kitab ini justru menggairahkan “hizbiyyah jenis baru” yang menumbuhkan kecendrungan pemikiran pengharaman, penolakan, pembid’ahan, penyesatan pada diri para pemuda, tanpa ada dalil yang cukup. Kitab ini juga melahirkan ghurur dalam beragama, sombong, sehingga seolah-olah saat salah seorang melakukan tuduhan-tuduhan itu seolah-olah seperti orang yang melemparkan beban berat dari punggungnya lalu setelah itu ia merasa lega, seperti membawa…. , atau seperti orang yang menganggap orang lain telah kehilangan sikap wara’ & ghirah terhadap kehormatan syariat yang suci ini. Semua ini dilakukan tanpa tahqiq yang berarti menghancurkan, bukan malah membangun, meskipun ia menganggap sedang membangun bangunan tinggi, padahal hakikatnya sedang menghancurkannya & jatuh ke bawah lalu membeku tertiup angin yang kencang.

** هذه سمات ست تمتع بها هذا الكتاب فآل غـيـر مـمـتـع، هذا ما بدا إلي حسب رغبتكم، وأعتذر عن تأخر الجواب، لأنني من قبل ليس لي عناية بقراءة كتب هذا الرجل وإن تداولها الناس، لكن هول ما ذكرتم دفعني إلى قراءات متعددة في عامة كتبه، فوجدت في كتبه خيرًا كثيرًا وإيمانًا مشرفًا وحقًا أبلج، وتشريحًا فاضحًا لمخططات العداء للإسلام، على عثرات في سياقاته واسترسال بعبرات ليته لم يفه بها، وكثير منها ينقضها قوله الحق في مكان أخر والكمال عزيز، والرجل كان أديبًا نقادة، ثم اتجه إلى خدمة الإسلام من خلال القرآن العظيم والسنة المشرفة، والسيرة النبوية العطرة، فكان ما كان من مواقف في قضايا عصره، وأصر على موقفه في سبيل الله تعالى، وكشف عن سالفته، وطلب منه أن يسطر بقلمه كلمات اعتذار وقال كلمته الإيمانية المشهورة، إن أصبعًا أرفعه للشهادة لن أكتب به كلمة تضارها… أو كلمة نحو ذلك، فالواجب على الجميع … الدعاء له بالمغفرة … والاستفادة من علمه، وبيان ما تحققنا خطأه فيه، وأن خطأه لا يوجب حرماننا من علمه ولا هجر كتبه.. اعتبر رعاك الله حاله بحال أسلاف مضوا أمثال أبي إسماعيل الهروي والجيلاني كيف دافع عنهما شيخ الإسلام ابن تيمية مع ما لديهما من الطوام لأن الأصل في مسلكهما نصرة الإسلام والسنة، وانظر منازل السائرين للهروي رحمه الله تعالى، ترى عجائب لا يمكن قبولها ومع ذلك فابن القيم رحمه الله يعتذر عنه أشد الاعتذار ولا يجرمه فيها، وذلك في شرحه مدارج السالكين، وقد بسطت في كتاب (تصنيف الناس بين الظن واليقين ) ما تيسر لي من قواعد ضابطة في ذلك .

Inilah 6 ciri dari kitab ini yang nikmat, tetapi karena seperti itu ia menjadi tidak nikmat. Inilah yang tampak di hadapanku sesuai permintaanmu & aku mohon maaf atas keterlambatan jawaban ini, karena sebelumnya aku tidak punya perhatian cukup untuk membaca buku-buku Sayyid meskipun banyak beredar di tengah masyarakat. Tetapi kegoncangan yang engkau sebutkan di sana menyebabkan aku terdorong untuk banyak membaca kitab-kitab beliau, lalu aku temukan di dalamnya kebaikan yang banyak, iman yang membara & kebenaran yang jelas, penjelasan yang tegas terhadap rencana-rencana musuh terhadap Islam, meskipun terdapat ketergelinciran beliau dalam ungkapan-ungkapannya, namun banyak diantara kesalahan-kesalahan tsb terkoreksi oleh ungkapannya yang benar di tempat yang lain & mencapai kesempurnaan itu sungguh amat sulit. Dan Sayyid sebelumnya adalah seorang sastrawan yang kritikus, lalu ia beralih membela Islam melalui Al-Qur’an & As-Sunnah, serta Sirah Nabi yang harum, maka terlihatlah sikap beliau dalam berbagai problematika zamannya, dan beliau terus-menerus konsisten teradap sikapnya di jalan ALLAH Ta’ala. Dan ketika ia diminta untuk menulis permintaan maaf & penyesalan terhadap sikapnya, Sayyid mengungkapkan kalimat imaniyyahnya yang terkenal: “Sungguh jari-jari yang telah kugunakan untuk membela kalimah syahadah ini tidak akan pernah kugunakan untuk membatalkannya”, atau ungkapan beliau yang semisal itu. Maka menjadi kewajiban semuanya untuk mendokan beliau dengan ampunan, mengambil manfaat dari ilmunya, menjelaskan beberapa kesalahannya, dan bahwa kesalahannya jangan sampai membuat kita mengharamkan diri kita dari ilmunya & meninggalkan kitab-kitabnya. Ambillah pelajaran -semoga ALLAH melindungimu- dari kisah orang-orang terdahulu, seperti Abu Ismail Al-Harawi & Al-Jailani, sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah membela mereka berdua, meskipun mereka berdua memiliki beberapa kekeliruan, karena pada dasarnya jalan yang ditempuh oleh mereka berdua adalah membela Islam & Sunnah. Lihat pula kitab Manazilu As-Sa’irin karangan Al-Harawi rahimahuLLAAH Ta’ala, engkau lihat ada hal-hal yang tidak mungkin dapat kita terima, namun demikian Ibnul Qayyim rahimahuLLAAHu Ta’ala memaklumi beliau dengan permakluman yang sangat & tidak menzhaliminya & itu kita temukan dalam syarah beliau Madarijus Salikin. Dan aku sendiri telah menjelaskan dalam kitabku Tashnifun Nas Bayna Zhanni wal Yaqin (Penggolongan Manusia antara Dugaan & Keyakinan) beberapa kaidah-kaidah & pedoman dalam masalah ini.

وفي الختام فأني أنصح فضيلة الأخ في الله بالعدول عن طبع هذا الكتاب (أضواء إسلامية) وأنه لا يجوز نشره ولا طبعه لما فيه من التحامل الشديد والتدريب القوي لشباب الأمة على الوقيعة في العلماء، وتشذيبهم، والحط من أقدارهم والانصراف عن فضائلهم.. واسمح لي بارك الله فيك إن كنت قسوت في العبارة، فإنه بسبب ما رأيته من تحاملكم الشديد وشفقتي عليكم ورغبتكم الملحة بمعرفة ما لدي نحوه… جرى القلم بما تقدم سدد الله خطى الجميع.. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته،،

أخوكم بكر أبو زيد.

Dan pada akhirnya aku memberi nasihat kepada saudaraku fiLLAAH, yang mulia untuk TIDAK MENCETAK KITAB INI (Cahaya-Cahaya Islam), dan TIDAK BOLEH MENYEBARKANNYA & MENCETAKNYA, karena di dalamnya ada ‘sikap antipati yang sangat’ & pelatihan yang kuat bagi para pemuda untuk menyerang para ulama, merendahkan mereka, menghina kedudukan mereka, menghindar dari keutamaan mereka. Maafkan aku, semoga ALLAH memberkatimu jika aku keras dalam ungkapanku kepadamu, semua itu karena sikap antipati pada dirimu yang kulihat & justru karena sikap sayangku kepadamu, dan juga karena keinginanmu yang sangat untuk mengetahui pendapatku dalam masalah ini. Demikian tulisan ini semoga ALLAH meluruskan semua langkah kita, Salamu ‘alaykum warahmatuLLAAHi wabarakatuHU, saudaramu Bakr Abu Zaid.

___
Catatan Kaki:

[1] Anggota “Hai’ah Kibarul Ulama” Kerajaan Saudi Arabia

10 Wasiat Imam Hasan Al Banna

Imam Hasan Al-Bana, pendiri gerakan dakwah Ikhwan yang terkenal ke seluruh dunia, banyak meninggalkan catatan penting pada sejarah perjuangan Islam modern. Ingat, kehadiran Imam Hasan bertepatan dengan hanya beberapa saat setelah hancurnya kekhalifan Islam yang terakhir. Tak pelak, setelah kepergian beliau, tak ada lagi figur dakwah yang bisa dijadikan acuan dalam gerakan Islam.

Setiap hari, dalam dakwahnya, ia berjalan kaki tidak kurang dari 20 KM. Beliau menyambangi desa-desa dan dilakukannya tanpa pamrih sedikitpun dari manusia. Ia duduk di warung kopi pada beberapa malam, menyatu dengan masyarakat yang sebenarnya, dan ia mampu mengingat nama orang yang baru saja ditemuinya walaupun hanya sekali, sehingga orang yang diajak bicara olehnya menjadi simpati.

Banyak warisan dari Imam Hasan yang sangat menggelorakan semangat dakwah Islam. Berikut ini beberapa di antaranya dari sekian wasiat-wasiatnya:

Bangunlah segera untuk melakukan sholat apabila mendengara adzan walau bagaimanapun keadaannya.
Baca, Telaah dan dengarkan Al-Quran atau dzikirlah kepada Allah dan janganlah engkau menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada manfaatnya.
Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang pembicaraan sebab hal ini semata-mata tidak akan mendatangkan kebaikan.
Jangan banyak tertawa sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (dzikir) adalah tenang dan tentram.
Jangan bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh terus-menerus.
Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal ini akan mengganggu dan menyakiti.
Jauhilah dari membicarakan kejelekan orang lain atau melukainya dalam bentuk apapun dan jangan berbicara kecuali yang baik.
Berta’aruflah dengan saudaramu yang kalian temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerja sama).
Pekerjaan rumah kita sebenarnya lebih bertumpuk dari pada waktu yang tersedia, maka manfaatkanlah waktu dan apabila kalian mempunyai sesuatu keperluan maka sederhanakanlah dan percepatlah untuk diselesaikan.

(sa/berbagaisumber)

Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin [1] Tentang Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthb

Raddusy Syubuhat
11/6/2007 | 26 Jumada al-Ula 1428 H | 9.563 views
Oleh: Al-Ikhwan.net
Kirim Print

Soal:

Segelintir pemuda mengelompokkan Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna sebagai ahli bid’ah berikut melarang membaca buku-buku mereka, serta menuduh beberapa ulama lainnya sebagai penganut faham khawarij. Alasan mereka melakukan itu semua adalah dalam rangka menjelaskan kesalahan kepada masyarakat, sedang status mereka sendiri masih sebagai para penuntut ilmu. Saya sangat mengharapkan jawaban yang dapat menghilangkan keragu-raguan dan kebingungan saya mengenai hal ini.

Jawab:

Segala puji bagi Allah semata …

Menggelari orang lain sebagai mubtadi’ (pelaku bid’ah) atau fasik (pelaku dosa besar) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan atas umat Islam, karena Rasulullah bersabda:

{مَنْ قَالَ لأَخِيْهِ يَا عَدُوَّ اللهِ وَلَيْسَ كَذلِكَ حَارَ عَلَيْهِ} (رواه مسلم).

“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: “Wahai musuh Allah”, sedang kenyataannya tidak seperti itu, maka ucapannya itu menimpa dirinya sendiri.” (HR. Muslim).

{مَنْ كَفَّرَ مُسْلِماً فَقَدْ بَاءَ بِهِمَا أَحَدُهُمَا} (رواه البخاري ومسلم).

“Barangsiapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka ucapan itu tepat adanya pada salah satu di antara keduanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

{… أَنَّ رَجُلاً مَرَّ بِرَجُلٍ وَهُوَ يَعْمَلُ ذَنْباً فَقَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهُ لَكَ . فَقَالَ: مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنِّيْ لاَ أَغْفِرُ لِفُلاَنٍ ، إِنِّيْ غَفَرْتُ لَهُ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ} (رواه مسلم).

“… bahwa ada seseorang yang melihat orang lain melakukan dosa, lalu ia berkata kepadanya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu’. Maka Allah berfirman: ‘Siapakah gerangan yang bersumpah atas (Nama)Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan Aku gugurkan (pahala) amalmu’.” (HR. Muslim).

Kemudian saya ingin mengatakan bahwa Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna termasuk para ulama dan tokoh dakwah Islam. Melalui dakwah mereka berdua, Allah telah memberi hidayah kepada ribuan manusia. Partisipasi dan andil dakwah mereka berdua tak mungkin diingkari. Itulah sebabnya, Syaikh Abdulaziz bin Baaz[2] mengajukan permohonan dengan nada yang lemah lembut kepada Presiden Mesir saat itu, Jamal Abdunnaser – semoga Allah membalasnya dengan ganjaran yang setimpal – untuk menarik kembali keputusannya menjatuhkan hukuman mati atas Sayid Quthub, meskipun pada akhirnya permohonan Syaikh Bin Baaz tersebut ditolak.

Setelah mereka berdua (Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna) dibunuh, nama keduanya selalu disandangi sebutan “Asy-Syahid” karena mereka dibunuh dalam keadaan terzalimi dan teraniaya. Penyandangan sebutan “Asy-Syahid” tersebut diakui oleh seluruh lapisan masyarakat dan tersebarluaskan lewat media massa dan buku-buku tanpa adanya protes atau penolakan.

Buku-buku mereka berdua diterima oleh para ulama, dan Allah U memberikan manfaat – dengan dakwah mereka – kepada hamba-hambaNya, serta tak ada seorang pun yang telah melemparkan tuduhan kepada mereka berdua selama lebih dari duapuluh tahun. Bila ada kesalahan yang mereka lakukan, maka hal yang sama telah dilakukan oleh Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ibnu ‘Athiyah, Imam Al-Khaththabi, Imam Al-Qasthalani, dan yang lainnya.

Saya telah membaca apa yang ditulis oleh Syaikh Rabie’ Al-Madkhali tentang bantahan terhadap Sayid Quthub, tapi saya melihat tulisannya itu sebagai contoh pemberian judul yang sama sekali jauh dari kenyataan yang benar. Karena itulah, tulisannya tersebut dibantah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid[3] hafidzhahullah …

وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ وَلكِنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَ

Mata cinta
terasa letih memandang aib
Tapi mata murka
selalu menampakkan aib

Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin

26 Shafar 1417 H.

___
Catatan Kaki:

[1] Anggota Hai-ah Kibaril ‘Ulama (Majelis Ulama Saudi Arabia).

[2] Mantan Ketua Umum Hai-ah Kibaril ‘Ulama (Majelis Ulama Saudi Arabia) dan Mantan Ketua Umum Dewan Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam Kerajaan Saudi Arabia, rahimahullah.

[3] Anggota Hai-ah Kibaril ‘Ulama (Majelis Ulama Saudi Arabia).

Hasan Al-Banna dan Proyek Kebangkitan Umat

Risalah Mursyid
17/2/2009 | 20 Safar 1430 H | 2.010 views
Oleh: DR. Muhammad Mahdi Akif
Kirim Print

hasanPenerjemah:

Abu Ahmad

_______

Risalah dari Muhammad Mahdi Akif, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, 12-02-2009
Segala puji bagi Allah dan shalawat dan salam atas Rasulullah saw dan orang-orang yang mendukungnya.. selanjutnya;

Allah SWT berfirman:

مِنْ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلاً

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)”. (Al-Ahzab:23)

Dalam kehidupan setiap umat dan bangsa, akan tampak seorang pemimpin yang terpilih dan diberikan rahmat oleh Allah terhadapnya, mampu mengumpulkan umat di sekelilingnya dan bangkit bersamanya dengan membawa tugas menghidupkan bangsa dan umatnya dari kelalaian; sosok pemimpin kebangkitannya dan membawa kemuliaan jati dirinya.

Imam syahid Hasan Al-Banna sebagai -saksi dan pejuang kemerdekaan Palestina- adalah sebagai salah satu dari mereka -para pemimpin- yang mendedikasikan diri dan hidupnya sejak awal untuk melakukan kebangkitan negeri Mesir, bangsa Arab dan umat Islam. Beliau telah membangun proyek kebangkitan, yang diawali dari negara Mesir, kemudian setelah itu, banyak yang ikut bergabung dengannya hingga jutaan umat dari berbagai belahan dunia. Membawa kebangkitan yang bersumber pada tiga pondasi utama, yaitu;

1. Bahwa hukum-hukum Islam dan ajaran-ajarannya adalah sangat universal; yang mengurusi berbagai permasalahan manusia dalam kehidupannya di dunia, dan hal-hal yang terkait dengan kebahagiaan di Akhirat nanti. Karena itu, Islam adalah Aqidah dan Ibadah, tanah air dan tentara, agama dan negara, spiritualitas dan aktualitas, mushaf dan pedang. Dan Al-Qur’an al-karim juga berbicara tentang hal itu semua dan menganggapnya sebagai inti dari ajaran Islam dan merupakan karakternya yang mengajak untuk selalu berbuat ihsan di dalamnya secara keseluruhan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayatnya:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنْ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu“. (Al-Qashash:77)

2. Bahwa pondasi dan pokok ajaran-ajaran Islam bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw yang jika keduanya dipegang teguh oleh umat maka selamanya tidak akan tersesat, sedangkan berbagai pendapat, ilmu pengetahuan yang disambungkan dengan Islam dan diberikan warna dengan warna Islam akan mampu membawa warna kehidupan zaman yang dibentuk oleh ilmu dan bangsa yang sezaman dengannya… karena itu pula sistem dan ajaran-ajarannya harus tetap lestari sehingga mampu membawa umat dari ajaran-ajarannya yang murni dan bersih serta mudah dicerna. Memahami Islam seperti yang dipahami oleh salafus shalih, memiliki pendirian pada batasan-batasan rabbaniyah an-nabawiyah sehingga jiwa kita tidak terikat dengan selain Allah, tidak menselaraskan masa hidup dengan warna yang tidak sesuai dengan syariatnya, sebagaimna Islam juga sebagai agama seluruh manusia.

3. Bahwa Islam adalah agama yang universal; yang mengurusi berbagai kehidupan seluruh bangsa dan umat di sepanjang masa dan waktu, datang dengan penuh kemuliaan dan kesempurnaan dengan menjabarkan berbagai bentuk dan bagian kehidupan, khususnya berbagai urusan dunia, meletakkan kaidah-kaidah umum pada setiap urusannya, mengarahkan umat manusia pada jalan-jalan yang nyata untuk diterapkan atasnya dan perjalanan di atas ketentuan-ketentuannya… Islam telah memberikan perhatian secara penuh, dengan cara memberikan solusi pada diri manusia, sumber dari segala sistem, dan sebagai perangkat dari berbagai ide, wawasan dan pembentukan..”Risalah muktamar al-khamis”

Dengan tiga pondasi di atas tersebut imam Al-Banna mendirikan bangunan berupa proyek kebangkitan umat menurut Ikhwanul Muslimin, dan diantara karakteristiknya adalah Islam itu sendiri. Imam Hasan Al-Banna telah banyak menelaah sejarah umat Islam dan berdiri pada satu sikap akan pentingnya melakukan solusi pada entitas negara Islam yang telah terbelenggu pada suatu kondisi hingga abad ke 14 Hijriyah, sehingga dapat meninggalkan apa yang pada saat ini kita saksikan sebagai umat yang bercerai berai, negara-negara kecil menuju kesatuan dan melangkah untuk bangkit dan maju bersama.

Karena itu, melakukan observasi suatu penyakit adalah merupakan fase yang sangat penting sebelum menentukan cara penanggulangannya. Itulah yang dilakukan oleh Al-Banna, sehingga beliau menyebutkan beberapa faktor (penyakit) yang dapat mengarah pada pemberian solusi, di antaranya adalah:

1. Perselisihan politik, fanatisme, serta pertikaian dalam perebutan jabatan dan kepemimpinan.

2. Perselisihan agama, mazhab dan keyakinan keluar dari agama sebagai aqidah, dan sibuk dengan permasalahan dan istilah-istilah yang baku, mengabaikan Kitabullah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah saw, jumud, fanatik terhadap pendapat, ucapan, perkataan, ide, wawasan, perdebatan dan perselisihan yang terjadi.

3. Terbuai dengan kemewahan dan kenikmatan dan jatuh pada kesenangan dan syahwat.

4. Berpindahnya kekuasaan dan kepemimpinan pada selain Arab dari orang-orang yang tidak pernah merasakan nikmatnya Islam yang benar, dan hati mereka belum pernah tersentuh oleh cahaya Al-Qur’an oleh karena sulitnya memahami Al-Qur’an.

5. Acuh terhadap pengetahuan kauniyah (alam) dan ilmu-ilmu ilmiah, dan banyak menghabiskan waktu hanya untuk membahas dan mengkaji falsafah-falsafah teoritis dan kaku serta ilmu-ilmu khayal yang buruk.

6. Terpedayanya para pemimpin dengan jabatan mereka, tertipu dan acuh pada teori perkembangan sosial suatu bangsa lainnya dan terhadap orang-orang yang sebelum mereka dalam melakukan persiapan, menjaga kewibawaan dan menguasai tipu daya.

7. Tertipu oleh bisikan-bisikan para pembisik dari musuh-musuh dan seteru mereka, bangga dengan kerja dan fenomena kehidupan mereka, terbelenggu oleh taklid sehingga terjerumus pada kehancuran bukan manfaat, diiringi dengan pelarangan yang keras untuk tidak menyerupainya dan perintah untuk selalu berbeda dengan mereka, dan pentingnya menjaga sendi-sendi umat Islam. (risalah bainal amsi wal youm)

Kemudian Imam syahid Hasan Al-Banna menjelaskan bagaimana Islam memberikan solusi kepada umatnya bagi yang ingin bangkit dari beberapa hal yang dibutuhkan untuknya melalui berbagai sistem, kaidah, naluri dan perasaan yang tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya dan di hadapan seluruh umat Islam dan Arab bahkan seluruh umat manusia; bahwa keistimewaan ajaran Islam adalah memberikan kepada umat manusia berbagai manfaat; karena beliau telah mencoba sebelumnya dan menyaksikan sejarah dan kebenarannya, dan miliknya kesucian dan ketetapan dalam jiwa sehingga memudahkan bagi seluruhnya untuk mendapatkannya, memahaminya, memenuhi panggilannya dan berjalan di atasnya, ditambah dengan kebanggaan nasionalisme dan membela nasionalisme yang murni; dengan membangun kehidupan kita di atas kaidah-kaidah kita dan dasar-dasar yang kita milik dan tidak mengambil dari selainnya, dan inilah nilai-nilai kemerdekaan sosial dan kehidupan yang paling tinggi setelah kemerdekaan politik.

Sesungguhnya berjalan di atas manhaj ini dan mendukung kebangkitan di atas pondasi-pondasi Islam; dapat menguatkan persatuan Arab, kemudian persatuan umat Islam.

Bahwa manhaj yang menyeluruh dan unibersal ini merupakan bagian dari sistem kehidupan setiap umat yang berasal pada dua sisi penting; mengambil yang baik dan menjauhi mudarat.

Dan dalam menjelaksan hal-hal yang dibutuhkan oleh umat yang menginginkan kebangkitan dari beberapa dasar dan pondasi, dan bagaimana cara Islam memberikannya, Imam syahid Hasan Al-Banna berkata dalam risalah “Nahwan Nuur” yang ditujukan untuk para pemimpin dan penguasa serta umat Islam secara keseluruhan:

1. Islam dan cita-cita; umat yang ingin bangkit membutuhkan cita-cita dan impian yang luas. Dan Al-Qur’an menjelaskan kepada kita bahwa putus asa merupakan jalan menuju kekufuran dan ke takberdayaan dan bagian dari kesesatan. Allah berfirman:

وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمْ الْوَارِثِينَ

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)”. (Al-Qashash:5)

Dan firman Allah:

وَتِلْكَ الأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ

”Dan itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)”. (Ali Imran:140)

2. Islam dan kemuliaan nasionalisme

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia”. (Ali Imaran:110)

dan firman Allah:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ

“Dan demikianlah kami jadikan kalian umat yang tengah sehingga kalian menjadi saksi atas seluruh manusia”. (Al-Baqara:143)

Dan firman Allah:

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman”. (Al-Munafiqun:8)

Adapun negara menurut Islam adalah mencakup:

- negara khusus,

- negara Islam lainnya, jadi seluruh umat Islam berada satu negara dan satu atap.

- Kerajaan Islam yang pertama yang telah diperjuangkan oleh salafus saleh dengan darah mereka. Kemudian menembus hingga mencakup dunia secara keseluruhan.

Oleh karena itu, Islam berkesesuaian dengan perasaan nasionalisme secara khusus dan perasaan nasionalisme secara umum, oleh karena terdapat di dalamnya kebaikan dari segala kebaikan untuk manusia seluruhnya, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujurat:13)

3. Islam; kekuatan dan tentara; Islam menjadikan mencapai keduanya sebagai suatu kewajiban yang paten dari berbagai kewajiban lainnya, dan tidak membedakan antara fenomena yang ada dengan shalat dan puasa serta lain-lainnya.

4. Islam; kesehatan secara umum.

Allah berfirman:

وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ

“Dan Allah memberikan kepadanya bekal kekuatan ilmu dan badan”. (Al-Baqarah:247)

Nabi saw bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ الْقَوِيَّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

“Sesungguhnya mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari mukmin yang lemah”.

Dan nabi saw bersabda:

إِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

“sesungguhnya bagi badanmu ada haknya”

5. Islam dan ilmu pengetahuan: dengan menjadikannya sebagai kewajiban dari kewajiban lainnya, dan sebagai sarana kekuatan dan menuju kemenangan, dan ayat pertama yang diturunkan Allah adalah

قْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan”. (Al-Alaq:1)

6. Islam dan akhlaq yang lurus dan mulia… sebagaimana Allah firmankan dalam ayat-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

”Sungguh beruntung orang-orang mensucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang-orang yang mengotorinya”. (As-Syams:9-10).

Dan firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga diri mereka yang merubah sendiri”. (Ar-Ra’ad:11)

7. Islam dan ekonomi: urusan ekonomi merupakan permasalahan yang sangat penting dan fundamental pada zaman ini, dan Islam, sejak awal telah memberikan perhatian terhadapnya, memprioritaskan nya dan menganggapnya sarana yang sangat penting dan memiliki nilai yang sangat besar, bahkan telah meletakkan kaidah-kaidah yang dapat membersihkan bangunan perekonomian; seperti diharamkannya riba, kapitalisme dan menghalalkan segala cara dalam jual beli.

8. Sistem Islam secara umum: Bahwa sistem Islam secara umum adalah yang berhubungan dengan individu, keluarga atau umat; pemerintahannya dan bangsanya, atau hubungan umat yang satu dengan sebagian lainnya, dikumpulkan dan disatukan antara pemahaman dan ketelitian, dan mendahulukan kepentingan dan penjelasannya, dan bahwasanya yang demikian merupakan petunjuk paling sempurna dan bermanfaat dari apa yang dikenal oleh manusia tentang sistem yang baru atau klasik.

Hukum tersebut juga didukung dan dikokohkan oleh sejarah dan ditetapkan pembahasannya secara detail dalam setiap fenomena kehidupan umat, dan sebagai bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa pembangunan kebangkitan Mesir, Arab dan umat Islam bertentangan dengan hak-hak minoritas non muslim, atau membuat keruh kebersihan hubungan antara barat dan negara-negara lainnya di dunia.

Imam Al-Banna berkata: bahwa Islam telah meletakkan nash-nashnya secara jelas dan gamblang guna dapat melindungi kaum minoritas seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil”. (Al-Mumtahanah:8)

Dan Al-Qur’an juga mengagungkan persatuan agama secara umum dan berusaha menghilangkan kefanatikan.

sebagaimana firman Allah:

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَقَ وَيَعْقُوبَ وَالأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al-Baqarah:136)

Dan Islam juga mengagungkan persatuan agama secara khusus tanpa ada permusuhan dan pertentangan

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka perbaikilah di antara dua saudara kalian (yang sedang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah, agar kalian mendapat keberuntungan”. (Al-Hujurat:10)

Dan Islam juga memberikan batasan secara jelas dan detail siapa yang berhak bagi kita sebagai umat Islam untuk melindungi dan memutuskan hubungan dengan mereka:

Allah berfirman:

إِنَّمَا يَنْهَاكُمْ اللَّهُ عَنْ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الظَّالِمُونَ

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zhalim”. (Al-Mumtahanah:9)

Adapun Barat dan orang-orang Barat; jika kita berprasangka buruk pada negara-negara tersebut adalah karena mereka tidak suka dengan kita; apakah kita mengikuti Islam atau selainnya, dan inilah yang terjadi sejak dua abad yang lalu, sehingga hancur eksperimen kebangkitan yang dibangun oleh para pendirinya di atas pondasi selain pondasi dan kaidah-kaidah Islam.

Bahwa dasar-dasar kebangkitan di Timur tidak seperti di Barat, dan para pemuka agama bukanlah agama itu sendiri, dan bahwasanya awal kebangkitan harus dimulai dengan mendirikan lebih dahulu kaidah-kaidahnya di atas pondasi-pondasi yang kuat yang bersumber dari akhlaq yang mulia, ilmu yang luas, kekuatan yang mumpuni sebagaimana yang diperintahkan oleh Islam.

Dan hendaknya kita mengambil langkah-langkah kongkret dari berbagai sisi dan dimensi sambil berusaha melakukan pembahasan secara detail dan bersabar melakukan solusi dan therapi, melintasi berbagai rintangan, bersamaan dengan apa yang dibutuhkan olehnya akan panjangnya masa, besarnya hikmah dan kuatnya azimah.

Dan kita ketahui bahwa jika azam telah benar dan jalan telah terang, dan umat yang memiliki kemauan yang kuat jika mengambil jalan kebaikan, maka pasti mendapatkan apa yang diinginkan insya Allah, karena itu marilah kita melakukan kebangkitan, dan kelak Allah akan selalu bersama kita.

Shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad saw.